REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan telah mengabulkan gugatan perdata yang diajukan oleh Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Fahri Hamzah. Gugatan itu dilayangkan atas surat pemecatan yang dikeluarkan partainya. Selain itu pengadilan juga memerintahkan pihak tergugat yakni DPP PKS untuk membayar kerugian materiil sebesar Rp30 miliar dari tuntutan penggugat yang mencapai Rp 500 miliar.
"Saya menganggap tindakan dari pimpinan Sebagai sebagian dari pimpinan ini telah merusak semangat dan penerimaan masyarakat kepada teman-teman di daerah. Maka saya waktu itu menaruh angka 500 ini dalam rangka memberikan recovery atau memulihkan, apakah itu dengan membangun kantor dan sebagainya," ujarnya di DPR RI, Rabu (14/12).
Menurutnya yang berkewajiban membayar Rp 30 miliar tersebut bukan PKS, tapi tergugat satu, dua, dan tiga. Namun wakil ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI masih belum memikirkan dana tersebut.
Saat ini dia masih menunggu proses respons dari PKS itu sendiri, maka dia belum sempat untuk memikirkan (penggunaan) dana tersebut. Fahri berharap seluruh pihak dapat mematuhi keputusan pengadilan meski masih bisa mengajukan banding.
Selain itu, Fahri juga mengaku merasa ada kerinduan untuk kembali berkumpul bersama di PKS. Lanjutnya, hampir satu tahun dia sebagai anggota fraksi tidak diajak rapat itu. Fahri mengibaratkan selama satu tahun seperti tinggal serumah sebagai suami istri tapi tidak ada lagi apa namanya kumpul-kumpul bersama.
"Kan jadi kita itu lebih baik kita tidak tinggal serumah tapi ini tinggal serumah tidak diajak sarapan pagi," ucapnya.
Sebelumnya, konflik Fahri dengan partai yang membesarkan namanya itu terjadi sejak PKS memecat Fahri dari posisi kader. Setelah itu dia melawan dengan mengajukan gugatan pada April 2016 silam.
Dalam gugatannya, Fahri meminta agar pemecatannya dari PKS dinyatakan tidak sah. Di tengah persidangan, majelis hakim mengetok putusan sela yang membuat Fahri masih bisa tetap duduk sebagai pimpinan DPR RI.