REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penasihat hukum DPP PKS, Zainuddin Paru menilai putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), yang memenangkan Fahri Hamzah merupakan ancaman terhadap demokrasi dan eksistensi partai politik di Indonesia (parpol). Putusan Majelis Hakim juga telah mengesampingkan UU No 2 Tahun 2011 tentang Parpol.
Menurutnya, putusan tersebut mengakibatkan partai politik tidak dapat menegakan aturan partai yang terkandung dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) yang merupakan pedoman partai politik dalam menjalankan roda organisasi, termasuk dalam hal memecat anggotanya yang melanggar AD/ART.
"Keputusan ini sangat berbahaya bagi demokrasi dan eksistensi partai politik, karena partai politik tidak dapat menegakkan aturan dan disiplin organisasi yang telah diatur dalam AD/ART-nya," jelasnya di PN Jaksel, Rabu (14/12/2016).
Ia melanjutkan, majelis hakim dalam memutuskan perkara gugatan Fahri Hamzah terhadap PKS juga telah mengesampingkan ketentuan UU No 2 tahun 2011 tentang partai politik yang telah mengatur secara khusus mengenai tata cara penyelesaian perselisihan internal partai politik.
Zainuddin menjelaskan, AD/ART PKS adalah produk hukum internal organisasi yang disahkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) RI. Sehingga, apapun keputusan organisasi yang didasarkan kepada AD/ART tersebut adalah sah menurut hukum positif yang berlaku di Indonesia.
Dalam kesempatan itu, Zainuddin juga menyesalkan putusan majelis hakim yang tidak mempertimbangkan fakta-fakta persidangan. Di mana seluruh alasan gugatan Fahri Hamzah telah dijawab dan diluruskan oleh saksi-saksi dan bukti-bukti yang diajukan oleh PKS.
Meskipun demikian, dia tetap menghormati keputusan Majelis Hakim PN Jaksel. Zainudin menegaskan akan menempuh upaya hukum banding untuk mendapatkan kepastian hukum. "Kami menyatakan banding atas putusan ini!" kata dia menegaskan.