Kamis 15 Dec 2016 04:30 WIB

Fatwa MUI: Muslim Haram Pakai Atribut Natal

Pekerja mengenakan pakaian atribut natal pada salah satu Hotel di Jakarta, Senin (15/12)
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Pekerja mengenakan pakaian atribut natal pada salah satu Hotel di Jakarta, Senin (15/12)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa haram menggunakan atribut non-Muslim seiring fenomena saat peringatan hari besar agama non-Islam terdapat umat Islam menggunakan atribut dan/atau simbol keagamaan non-Muslim.

"Menggunakan atribut keagamaan non-Muslim adalah haram," kata Ketua Komisi Fatwa MUI Hasanuddin lewat publikasi fatwanya di Jakarta, Rabu (14/12).

Dia mengatakan ajakan dan/atau memerintahkan penggunaan atribut keagamaan non-Muslim juga tergolong haram. Dalam menyikapi hal tersebut Hasanuddin berharap umat Islam tetap menjaga kerukunan dan keharmonisan beragama tanpa menodai ajaran agama serta tidak mencampuradukkan akidah dan ibadah Islam dengan keyakinan agama lain.

Umat Islam, kata dia, agar saling menghormati keyakinan dan kepercayaan setiap agama. Salah satu wujud toleransi adalah menghargai kebebasan non-Muslim dalam menjalankan ibadahnya bukan dengan saling mengakui kebenaran teologis.

Bagi pimpinan perusahaan, kata dia, agar menjamin hak umat Islam dalam menjalankan agama sesuai keyakinannya, menghormati keyakinan keagamaannya dan tidak memaksakan kehendak kepada jajarannya untuk menggunakan atribut keagamaan non-Muslim kepada karyawan Muslim.

Menurut dia, terjadi fenomena untuk memeriahkan kegiatan keagamaan non-Islam dengan ada sebagian pemilik usaha seperti hotel, supermarket, department store, restoran dan lain sebagainya, bahkan kantor pemerintahan, yang mengharuskan karyawannya yang Muslim untuk menggunakan atribut keagamaan dari non-Muslim.

Hasanuddin mengatakan pemerintah wajib memberikan perlindungan kepada umat Islam sebagai warga negara untuk dapat menjalankan keyakinan dan syariat agamanya secara murni dan benar serta menjaga toleransi beragama.

"Pemerintah wajib mencegah, mengawasi dan menindak pihak-pihak yang membuat peraturan yang sifatnya memaksa dan menekan pegawai Muslim untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ajaran agama seperti aturan dan pemaksaan penggunaan atribut keagamaan non-Muslim," kata dia.

Bagi umat Islam, dia meminta agar memilih jenis usaha yang baik dan halal serta tidak memproduksi, memberikan dan/atau memperjualbelikan atribut keagamaan non-Muslim.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement