REPUBLIKA.CO.ID, TANGSEL -- Terorisme bisa berada dimana saja. Mengatisipasi dan menangkap terorisme, Bimas Islam Kemenag Kota Tangerang Selatan (Tangsel) pun mengadakan Musyawarah Antarumat Beragama.
Musyawarah dalam rangka menangkal terosisme dan radikalisme menjelang perayaan natal 2016 dan pergantian Tahun Baru 2017, pada Kamis (15/12) di aula lantai 3 Kantor Kemenag Kota Tangsel. Acara ini terselenggara atas kerja sama Bimas Islam Kementerian Agama Kota Tangsel dengan Forum Pemuda Lintas Agama (FPLA) ini dihadiri para tokoh dari agama Islam, Kristen, Katolik, Budha, Hindu dan Conghucu.
Musyawarah ini bertujuan sebagai media silaturrahmi antar umat beragama di Kota Tangsel sekaligus secara bersama-sama mengantisipasi dan menjaga keamanan dan kedamaian menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru.
Kasubag TU Kemenag Tangsel Yahya Iskandar mengatakan, bahwa Kementerian Agama Kota Tangsel sangat konsern dalam membangun sinergi antar umat beragama. "Untuk itulah kami mengundang para tokoh agama dalam acara ini agar bersama-sama menjaga keamanan dan kedamaian," katanya.
Yahya mengatakan, setiap individu dijamin oleh UU untuk beribadah dan menjalankan ajaran agamanya masing-masing. Maka, sebagai orang beragama, semua pihak harus saling menghormati. "Jangan sampai ada ucapan dan tingkah laku yang dapat menyinggung umat agama lain," ujarnya.
Senada dengan itu, Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat (Kesbangpol Linmas) Kota Tangsel, H. Salman Fariz berharap, semua elemen masyarakat turut menjaga keamaan dan kedamaian. "Pemeritah Kota Tangsel sangat memperhatikan keragaman, keamanan dan kerurukunan umat beragama," katanya.
Sementara itu, Kasi Bimas Islam, H Abdul Rojak, MA membacakan Fatwa MUI No. 56 Tahun 2016 tentang Hukum Menggunakan Atribut Keagamaan Non-Muslim. "Fatwa ini baru saja dikeluarkan kemarin (14/12), yang memutuskan bahwa Menggunakan atribut keagamaan non-Muslim adalah haram, termasuk mengajak dan/atau memerintahkan penggunaan atribut non-Muslim. Jadi, jika ada seorang bos beragama Kristen, tidak boleh memaksakan karyawannya untuk menggunakan atribut keagamaan Kristen. Begitu pula sebaliknya, tidak boleh seorang bos Muslim memaksakan kepada karyawannya yang non-muslim untuk menggunakan atribut keagamaan Islam", ungkap beliau.
Dalam fatwa MUI ini juga direkomendasikan agar umat Islam tetap menjaga kerukunan hidup antar umat beragama dan memelihara keharmonisan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara tanpa menodai ajaran agama dan tidak mencampuradukkan antara akidan dan ibadah Islam dengan keyakinan agama lain.
Umat Islam agar saling menghormati keyakinan dan kepercayaan setiap agama. Salah satu wujud toleransi adalah menghargai kebebasan non-muslim dalam menjalankan ibadahnya, bukan dengan saling mengakui kebenaran teologis.
Pemerintah wajib memberikan perlindungan kepada umat Islam sebagai warga negara untuk dapat menjalankan keyakinan dan syariat agamanya secara murni dan benar serta menjaga toleransi beragama.
Pemerintah juga wajib mencegah, mengawasi, dan menindak pihak-pihak yang membuat peraturan (termasuk ikatan/kontrak kerja) dan/atau melakukan ajakan, pemaksaan dan tekanan kepada pegawai atau karyawan Muslim untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ajaran agama seperti aturan dan pemaksaan penggunaan atribut keagamaan non-Muslim kepada umat Islam.