Jumat 16 Dec 2016 07:59 WIB

Fahira: Umat Islam Juga Harus Kawal Sidang Praperadilan Buni Yani

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Bayu Hermawan
Tersangka kasus dugaan penyebaran kebencian Buni Yani menunjukkan surat permohonan Praperadilan di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (5/12).
Foto: Antara/Reno Esnir
Tersangka kasus dugaan penyebaran kebencian Buni Yani menunjukkan surat permohonan Praperadilan di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (5/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ormas Islam dan ulama, terutama yang berpartisipasi dalam Aksi Damai Bela Islam dinilai perlu mengawal sidang praperadilan Buni Yani di PN Jakarta Selatan. Saat ini, proses sidang praperadilan masih berlangsung dan Buni Yani membutuhkan dukungan untuk mendapatkan keadilan.

Senator Jakarta Fahira Idris mengatakan, sidang praperadilam Buni Yani perlu dikawal selain juga fokus mengawal persidangan kasus penistaan agama dengan terdakwa Gubernur DKI Jakarta Non Aktif Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara.

"Buni Yani adalah bagian dari perjuangan kita menuntut keadilan atas dugaan penistaan agama. Sekarang Buni Yani sedang berjuang membatalkan status tersangka yang diberikan penyidik Polri, yang memang bagi saya pribadi tidak layak disandangnya," katanya, Jumat (16/12).

Fahira menambahkan, status tersangka yang disandang Buni Yani, hanya karena mengajak diskusi pengguna media sosial terhadap pernyataan seorang pejabat publik yang menafsirkan kitab suci agama lain yang tidak diyakininya, tidak hanya mendistorsi prinsip-prinsip demokrasi, tetapi juga sebagai bentuk pembungkaman terhadap sikap kritis rakyat kepada para pemimpinnya.

Indonesia, lanjut dia, bukan negara otoriter. Sikap kritis rakyat kepada pejabat publik adalah bagian dari sistem demokrasi yang sudah dipilih sejak reformasi. Jika setiap kritik dianggap tindak pidana, artinya negara ini sudah keluar dari rel-nya. Karena itu, kasus Buni Yani harus menjadi momentum untuk mengembalikan Indonesia kembali ke jalurnya.

"Tuduhan yang dialamatkan kepada Buni Yani sebagai penebar kebencian dan permusuhan di kalangan masyarakat tidak relevan dengan perkembangan kasus dugaan penistaan agama di mana Ahok sudah jadi terdakwa," ujar Wakil Ketua Komite III DPD ini.

Satu-satunya kesalahan Buni Yani, ujar Fahira, adalah berani mengganggu sebuah kemapanan kekuasaan dengan mengoreksi sikap, perilaku, dan perkataan seorang pejabat publik. Status tersangka Buni Yani pun akan menjadi preseden tidak baik bagi siapa saja rakyat Indonesia yang mencoba bersikap kritis terhadap para pejabat publik karena punya potensi besar dipidanakan.

"Saya mengajak kita semua mengawal dan mendoakan Buni Yani agar mendapat keadilan karena apa yang dia lakukan hanya mempertanyakan sebuah fakta, dan itu bukan kejahatan," tuturnya.

"Kita doakan, palu hakim membebaskan Buni Yani dari semua sangkaan yang dituduhkan kepadanya, sehingga bisa kembali beraktivitas mencari nafkah untuk keluarganya," ucapnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement