REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Suku bunga kebijakan bank sentral AS Fed Fund Rate (FFR) diperkirakan akan naik sebanyak tiga kali pada tahun depan. Bank Indonesia (BI) menilai, inflasi di Indonesia harus tetap terkendali agar dapat resisten terhadap dampak kenaikan FFR.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara menjelaskan, kenaikan FFR mengantisipasi peningkatan inflasi dari kenaikan upah pekerja. Kondisi ini, akan berdampak pada naiknya bunga surat utang AS dan penguatan dolar AS kepada semua mata uang.
"Setelah 2015 situasi mulai terkendali, rupiah stabil. Tapi sejak Donald Trump menang ada tren dolar AS menguat kepada semua mata uang," kata Mirza di Jakarta, Jumat (16/12).
Kondisi tersebut menjadi tantangan dari sisi eksternal untuk ekonomi domestik di tahun depan. Sementara tantangan dari dalam negeri yakni harus bisa menjaga inflasi, mengingat akan ada pengurangan subsidi listrik. "Pengurangan subsidi kan menyehatkan APBN, maka pengurangan subsidi juga harus dibuat sedemikian rupa agar inflasi terukur," kata Mirza.
Bank sentral meyakini, pada 2017 nanti meskipun FFR naik, asalkan di dalam negeri dapat menjaga inflasi, maka pemulihan ekonomi dapat berlanjut di 2017 dan akan sesuai dengan proyeksi awal yakni di kisaran 5,0- 5,4 persen.
Di sisi lain, ekonomi Cina mengalami pemulihan meski bukan signifikan, maka ada pemulihan harga komoditas tambang dan kebun. Pemulihan tersebut akan membantu angka ekspor. "Pemulihan ekonomi Cina walaupun lambat ini akan menopang harga komoditas bisa lebih baik, bisa membantu ekspor kita dan mengurangi defisit ekspor impor barang dan jasa," katanya.
Baca juga: Dua Indikator Ekonomi RI Bisa Jadi Penahan Dampak Bunga The Fed