Jumat 16 Dec 2016 20:25 WIB

Pemuda Muhammadiyah Babel: Pemeriksaan Beni Pramula Cemaskan Aktivis Muda

Ketua Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah Bangka Belitung, Faisal
Ketua Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah Bangka Belitung, Faisal

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ekspresi mengemukakan pendapat di depan umum belakangan ini menemukan ujian yang serius. Peristiwa yang menimpa mantan ketua umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Beni Pramula sebagai saksi dugaan tindak pidana makar sungguh memberi kesan kecemasan di kalangan aktivis muda lainnya.

"Sejauh ini Beni adalah aktivis yang sangat berkontribusi pada negara baik di tingkat internasional dan nasional," kata Ketua Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah Bangka Belitung, Faisal, Jumat (16/12).

Menurut Faisal, idealisme dan cinta terhadap negaranya begitu kuat. "Negara bukan semata mata susunan komposisi politik struktural, melainkan dari sudut nurani negara adalah ayah bagi rakyatnya," ujarnya.

Faisal mengatakan, Beni yang selama ini diasuh oleh ayahnya 'negara' bagaimana mungkin memiliki sikap ekspersif untuk melumpuhkan negara atau sebagai ancaman keamanan negara. Pendapat di ruang publik, kata Faisal, harus senafas dengan gerakan yang dapat menopang kepentingan negara.

Beni dan aktivis muda lainnya adalah bagian dari jiwa bangsa dan negaranya, sangat jauh dari prasangka untuk membunuh Tanah Air yang merawat mereka sampai detik ini. Apalagi dari sisi hukum, kata Faisal, bukankah pasal makar tersebut merupakan peninggalan zaman Belanda, di mana rezim kala itu memanglah tepat mengaktualisasikan spirit kolonialis yang menjajah. "Apalagi, pasal makar yang berkaitan dengan delik keamanan negara merupakan delik formiil," kata Faisal yang juga pegiat Hukum Progresif ini.

 

Secara awam dapat dipahami delik formil delik yang tidak terlalu melibatkan akibat, tindakan baru akan makar saja dapat di proses. "Resistensi pasal makar ini terletak tidak ada ukuran dan akurasi tindakan atau usaha yang seperti apa dapat dikatakan makar, mestinya hal ini harus terukur dan jelas," katanya.

Mahasiswa Doktor Undip ini menambahkan, sejatinya negara dibangun dari proses dialektika yang tidak searah, meski itu semua dijembatani oleh cita-cita bangsa. "Jika saat ini kita begitu intim dengan narasi yang sering kita sebut toleran, harusnya negara menampilkan karakter melindungi rakyatnya dari kecemasan dan rasa takut," ujar Faisal.

Situasi yang dihadapi oleh beberapa kalangan yang telah diproses hukum atas dugaan makar menimbulkan semacam traumatik hukum. Di sini hukum dilibatkan untuk mentertibkan kondisi yang justru itu adalah proses dialektika bernegara. "Artinya, dialektika harus dijawab dengan tindakan ramah terhadap nalar kritis anak muda," ujar Faisal.

Paling tidak, kata Faisal, secara subtansi penegak hukum menggunakan pasal makar tersebut harus dengan hati-hati dan teliti dalam menerjemahkannya. Yang utama lihat konteksnya, bahwa fakta saat ini kita sedang dipandu dengan alam demokrasi yang memang menuntut setiap kaum muda seperti Beni proaktif memikirkan dan mengurus negaranya. "Tidak ada kelirunya, penegak hukum berfikir dalam kondisi sosiologis, agar melihat tindakan dan usaha yang dilakukan Beni Pramula dan aktivis muda lainnya merupakan bagian dari dialektika bernegara yang justru kelirulah bila diberi kecemasan dengan ancaman pasal makar," katanya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement