REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Bisnis properti di Bali masih sepi dan harganya terus anjlok. Hal itu disebabkan lesunya bisnis-bisnis penunjang, yang membuat daya beli masyarakat semakin melemah.
"Harga tanah dan properti sudah di bawah normal. Tapi karena daya beli masyarakat juga melemah, walau harga bangunan sudah murah, juga tidak ada yang beli," kata H Ali, di Denpasar, Jumat (16/12).
Broker di Denpasar itu mengatakan, melemahnya pasar tanah dan properti sudah terjadi hampir dua tahun terakhir dan kondisi belakangan ini yang paling susah. Banyak orang yang hendak melepas assetnya dengan harga murah, tapi pembelinya yang tidak ada. "Ibaratnya suplai berlebihan, sedangkan permintaan kecil. Sehingga harga jadi terjun bebas," katanya.
Secara terpisah, broker lainnya, H Saiburrahman mengatakan, belasan bangunan rumah kos hendak dilepas pemiliknya di Desa Pengambengan, Kecamatan Negara Kabupaten Jembrana. Bangunan-bangunan itu dulunya sangat produktif, dihuni para nelayan dan pegawai pabrik pengalengan ikan yang bekerja di kawasan itu.
Tetapi sebut Saibur, akibat hasil tangkapan ikan yang sepi, serta produksi pengalengan yang menurun, pekerja asal Pulau Jawa yang tadinya bekerja di Pengambengan memilih pulang kampung. Karena kamar kosnya kosong, pemilik rumah kos kebingungan mengembalikan dana pinjaman ke bank. "Makanya mereka ingin melego aset rumah kos yang dimilikinya," kata Saibur.
Rumah kos yang dijual, harganya sangat murah. Sebelumnya sebut Saiburrahman, untuk rumah kos dengan sembilan kamar di atas tanah 300 meter persegi, harganya bisa mencapai Rp 600 juta, tetapi sekarang dijual hanya Rp 175 juta-Rp 200 juta. "Harganya anjlok dan terus turun," kata Saiburrahman.