Sabtu 17 Dec 2016 03:05 WIB

Kemenperin Gagas Tiga Bidang Kerja Sama dengan Michelin

Rep: Frederikus Bata/ Red: Andi Nur Aminah
 Mekanik mengecek ban produk Michelin. (ilustrasi)
Foto: AP/Jasper Juinen
Mekanik mengecek ban produk Michelin. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto bertemu Secretary General and Vice President Public Affairs Michelin East-Asia and Oceania, Segsarn Trai-Ukos. Terdapat tiga bidang kerja sama yang dapat didorong oleh Kemenperin dengan industri ban asal Prancis tersebut.

“Pertama, kami membahas kerja sama untuk peningkatan akses pasar ban Indonesia ke luar negeri khususnya pasar Amerika dan Eropa,” ujar Airlangga lewat siaran pers, Jumat (16/12)

Kedua, Airlangga mengatakan pengembangan bisnis retreading tire atau yang lebih dikenal sebagai vulkanisir. Bisnis vulkanisir ini dikhususkan untuk ban pesawat terbang. Michelin sendiri sudah mengembangkan bisnis retreading tire di Thailand.

Menurutnya, teknologi dan keahlian Michelin dapat membantu pengembangan industri vulkanisir ban pesawat di Indonesia sekaligus mengikis persepsi negatif selama ini. “Apalagi industri manufaktur pesawat dan industri transportasi udara terus berkembang. Selain itu, hal ini juga dapat menekan cost dan turut serta dalam menjaga lingkungan,” ujar Airlangga.

Kerja sama ketiga, yang perlu dijajaki adalah pemanfaatan ban bekas. Michelin diharapkan dapat membantu pemanfaatan ban bekas untuk diolah menjadi unsur pembangunan jalan, sehingga Indonesia dapat menggunakan limbah ban bekas untuk pembangunan infrastruktur sekaligus mengurangi kerusakan lingkungan. “Sebagai contoh, saat ini terdapat 80 juta kendaraan bermotor roda dua sehingga total ada 160 juta ban. Dengan rata-rata pemakaian selama 1,5-2 tahun, maka akan banyak limbah ban bekas yang dapat dimanfaatkan,” tutur Airlangga.

Dirjen Industri Kimia Tekstil dan Aneka (IKTA) Kemenperin Achmad Sigit Dwi Wahjono menyampaikan, produsen ban asal Prancis tersebut menanyakan lebih rinci terkait Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 77 tahun 2016 tentang Ketentuan Impor Ban. “Pada dasarnya peraturan ini dibuat sebagai upaya untuk menyerap karet alam Indonesia serta mengundang investasi, mengingat importasi ban nasional naik 35 persen tahun lalu,” ujarnya.

Dengan adanya regulasi tersebut, untuk mendapatkan izin importasi ban, salah satu persyaratan yang harus dipenuhi adalah memiliki rekomendasi dari Dirjen IKTA Kemenperin.  Selain itu, diperlukan surat penunjukan dari prinsipal pemegang merek atau pabrik di luar negeri yang disahkan notaris publik dan atase perdagangan negara setempat.

Sigit menambahkan, importasi ban dapat dilakukan melalui Pusat Logistik Berikat (PLB) yang ada di Indonesia, sehingga tidak lagi memerlukan rekomendasi dari Kemenperin. Menurutnya, Michelin dapat memilih cara yang ingin digunakan untuk importasi ban. "Kalau lewat PLB, mereka tidak perlu rekomendasi dan tidak perlu pre-shipment dari negara asal. Jadi, bisa langsung masuk ke sana. Kita kan punya 9 PLB," jelasnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement