REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia harus mewaspadai Sindrom Chicago yakni paradoks kemajuan ekonomi dengan dekadensi moral yang terjadi di suatu negara. Saat negara-negara ekonomi maju mulai menyadari ancaman sindrom ini, Indonesia dinilai tak seharusnya memulai 'kehancuran'.
Dalam paparan Risalah Akhir Tahun Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia, anggota Kantor Media Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (MHTI) Fika M. Komara menjelaskan, kota-kota besar di AS kini memang mencapai kemajuan ekonomi. Namun, mereka juga harus berhadapan dengan rusaknya peradaban.
Persoalan yang dikenal dengan istilah Sindrom Chicago ini berakar pada persoalan krisis sosial, runtuhnya keluarga, dan masifnya pelibatan perempuan dalam lapangan kerja yang berdampak pada meluasnya kriminalitas, tingginya kekerasan terhadap perempuan dan anak, meningkatnya angka bunuh diri, hingga surutnya angka pernikahan dan kelahiran.
Mengambil contoh negara maju di Asia Timur, Sindrom Chicago bisa dilihat dari menurunnya angka pernikahan di Cina, Jepang, dan Korea Selatan. Selama 2016, ada 36,8 persen perempuan Cina menilai pernikahan bukan hal penting, hanya 13,7 persen perempuan Korsel yang masih ingin menikah, dan 59 persen perempuan Jepang tidak punya pasangan hidup.
Indikator lainnya adalah eksploitasi ekonomi perempuan. Jepang punya persoalan bunuh diri yang meningkat termasuk pada para pekerja wanita yang menerima tekanan kerja berat (karoshi). Pun Cina yang melakukan eksploitasi seksual jika perempuan melakukan pinjaman berbunga. Di negara maju, anak dibunuh (filicide) jadi hal biasa.
Isu ini, kata Fika, yang mungkin dinilai para politisi Indonesia kurang penting. Padahal ini persoalan peradaban. Gaya sekularisme dan liberalisme makin tidak menghargai pernikahan.
"Sindrom Chicago itu benar adanya dan 2016 ini terus dikipasi. Apa Indonesia sudah tertular?," ungkap Fika di Sofyan Inn Hotel, Jakarta, pekan ini.
Fika memberi catatan, hanya dalam 30 tahun negara maju di Asia Timur menerapkan kapitalisme dan kini mulai terlihat rusaknya. Bercermin dari Cina, Jepang, dan Korsel, Fika mewanti-wanti jangan sampai Indonesia justru memulai kehancuran itu.