REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah tokoh dan aktivis sebelumnya telah dipanggil oleh Polda Metro Jaya terkait dugaan kasus makar, termasuk Presiden KSPI Said Iqbal. Hari ini, giliran Sekretaris Jenderal KSPI Muhamad Rusdi yang dipanggil Polda Metro sebagai saksi dalam kasus tersebut.
Rusdi akan diperisa di ruang Ditreskrimum pada Senin (19/12) pukul 15.00 WIB. Seperti halnya Iqbal, Rusdi menanggapi santai pemanggilan dirinya sebagai saksi. Rusdi mengatakan, bahwa dia tidak pernah melakukan makar.
Rusdi mengatakan, sebagai pemimpin KSPI perjuangannya hanyalah untuk menuntut agar PP 78/2015 dicabut dan kenaikan upah minimum sebesar 15-20 persen. Disamping itu, menurut dia, KSPI juga menuntut agar Ahok dipenjara, terkait beberapa kasus yang diduga melibat Ahok seperti kasus korupsi RS Sumber Waras, rekelamasi, penggusuran, kebijakan upah murah, dan baru yang terakhir penistaan agama.
"Perjuangan buruh bukan makar," ujar Rusdi dalam keterangan tertulisnya, Senin (19/12).
Rusdi mengaku tidak mengetahui atau diberitahu penyidik akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka kasus makar yang mana. Sebab dalam surat panggilan bernomor S.Pgl/22868/XII/2016/Disreskrimum yang diterimanya hanya disebutkan bahwa dirinya akan diperiksa sebagai saksi dalam perkara tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara/makar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 KUHP Jo pasal 110 KUHP Jo pasal 87 KUHP yang terkadi pada tanggal 1 Desember 2016 di Jakarta.
Rusdi menjelaskan, pada tanggal 1 Desember dirinya bersama Disrekrimum Polda Metro Jaya pergi ke Mahkamah Agung untuk menanyakan perihal judicial review PP 78/2015. Kemudian, sebelumnya pada tanggal 30 November, ia dan beberapa petinggi KSPI yang lain juga bertemu dengan Kapolda Metro Jaya, Irjen M Iriawan untuk membicarakan perihal aksi 2 Desember tersebut.
"Jadi tidak ada agenda makar yang saya lakukan pada tanggal 1 Desember 2016," ucap Rusdi.
Senada dengan Rusdi, Presiden KSPI Said Iqbal juga menegaskan bahwa pihaknya tidak terlibat dalam makar, tidak pernah berfikir untuk makar, dan tidak bisa diajak-ajak untuk makar. Menurut Iqbal, apa yang disampaikan oleh buruh pada 2 Desember 2016 itu adalah murni tuntutan buruh untuk memperjuangkan kebaikan nasib. Yang mana di dalamnya memperjuangkan untuk cabut Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015.
"Aksi buruh pada tanggal 2 Desember adalah murni aksi buruh," kata Said.