REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Pemerintah Cina menganggap drone milik Amerika Serikat (AS) sebagai alat mata-mata pemerintah. Edisi luar negeri dari koran People's Daily milik Partai Komunis di Cina, menyebut USNS Bowditch yang mengoperasikan drone sebagai pelaku mata-mata.
"Drone yang menyelam ke permukaan di Laut Cina Selatan adalah puncak gunung es dari strategi militer AS, termasuk untuk Cina," tulis People's Daily.
Pentagon menyatakan, drone secara resmi digunakan untuk mengumpulkan data salinitas, suhu, dan kejernihan air di Laut Cina Selatan, 50 mil dari Subic Bay, Filipina.
Profesor Ma Gang dari People's Liberation Army National Defence University menjelaskan, USNS Bowditch merupakan kapal pengintai militer AS yang telah melakukan pengintaian di perairan pesisir Cina sejak 2002 silam.
"Data Oceanic sangat penting untuk formasi kapal, rute kapal selam, dan perencanaan pertempuran. Oleh karena itu, normal bagi Angkatan Laut Cina untuk mencurigai kegiatan Bowditch, mengingat pengalaman masa lalu," kata dia.
Cina sangat mencurigai setiap kegiatan militer AS di Laut Cina Selatan yang kaya akan sumber daya. Negara tersebut mengklaim hampir seluruh wilayah Laut Cina Selatan sebagai wilayahnya.
Pada Kamis (15/12), kapal Angkatan Laut Cina menangkap sebuah drone atau kendaraan bawah air tak berawak (UUV) milik AS di Laut Cina Selatan. Presiden terpilih AS, Donald Trump, turut memberikan komentar melalui akun Twitter pribadinya dan menuduh Cina telah melakukan pencurian.
Dalam pernyataan, Pentagon mengatakan akan membuat kesepakatan dengan Cina untuk mendapatkan drone itu kembali. Sementara Cina menuturkan akan mencari cara yang tepat untuk mengembalikan drone itu kepada Washington.
Baca juga, Cina Protes Trump Berbicara dengan Presiden Taiwan.