Senin 19 Dec 2016 20:48 WIB

Kementan Bantah Ada Bakteri Berbahaya pada Benih Padi Impor

Rep: Debbie Sutrisno/ Red: Ilham
benih padi - ilustrasi
benih padi - ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- ‎Kementerian Pertanian (Kementan) memastikan tidak ada benih padi hibrida yang mengandung bakteri dan tersebar luas di Indonesia. Benih hibrida yang ditanam di Indonesia juga diklaim hanya ada di beberapa daerah.

Kepala Biro Humas Kementan Agung Hendriadi membantah penelitian salah seorang peneliti dari kampus Institut Pertanian Bogor (IPB) menyebut bahwa benih padi hibrida yang diimpor ini mengandung bakteri. Apalagi penelitian yang dilakukan hanya mencakup daerah pertanian di Tegal dan Blitar.

"Ini tidak mewakili, karena benih hibrida ini tersebar sedikit-sedikit di beberapa wilayah. Ada yang di Sulawesi, Kalimantan, NTB, Sumatera dan Jawa. Jadi kalau hanya di dua tempat ya tidak valid datanya," kata Agung dalam konferensi pers di kantornya, Senin (19/12).

Agung menjelaskan, impor benih hibrida hanya mencapai 800 ton per tahun. Jika dihitung, konsumsi benih dalam satu hektare bisa mengkonsumsi sekitar 15 Kg. Artinya, benih ini hanya mencukupi areal lahan tanam padi seluas 53 ribu hektare. Angka ini sekitar sekian persen saja dari jumlah areal lahan padi sebesar 14 juta hektare.

"Jadi sangat kecil untuk menggiring benih ini tersebar di seluruh daerah," paparnya.

Kepala Balai Besar Benih Muhammad Ismail mengatakan, bakteri Burkholderia Glumai yang disebut terbawa dalam benih padi hibrida ‎sebenarnya sudah ada di Indonesia sejak 1987. Sejak ditemukan, belum pernah ada kejadian lahan padi fuso dikarenakan bakteri tersebut. Ini mengindikasi bahwa bakteri yang ada sebenarnya tidak berbahaya bagi padi maupun manusia yang mengkonsumsinya.

‎Bakteri jenis ini pun tidak pernah menjadi penyakit utama bagi produksi padi. Sebab, keberadaan bakteri ini tidak menanggu produktivitas padi nasional. "Bakteri ini tidak berbahaya," papar Ismail.

‎Direktur Perbenihan Ibrahim Saragih menjelaskan, saat ini Kementan sudah tidak mendatangkan benih hibrida dari impor. Sebab, tenggat waktu impor selama tiga tahun sudah selesai. Hal tersebut membuat Kementan akan menggunakan bibit hibrida yang dipakai dari industri dalam negeri.

Menurutnya, benih padi hibrida yang diproduksi di dalam negeri hasilnya sudah sama baiknya dengan benih impor, yakni sekitar 13-14 ton per hektare dalam satu kali panen. Sementara non-hibrida hanya mampu memproduksi 8-9 ton per hektare.

"Sekarang kita akan gunakan bibit dalam negeri. Ini juga sebagai upaya memproteksi adanya bakteri dari benih hibrida," kata Ibrahim.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement