Selasa 20 Dec 2016 07:08 WIB

Kekurangan Penerimaan Pajak Diyakini tak Bertambah Besar

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nur Aini
Petugas melayani wajib pajak yang ingin memperoleh informasi mengenai kebijakan amnesti pajak (tax amnesty) di Help Desk, di Gedung Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta Pusat, Kamis (8/12).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Petugas melayani wajib pajak yang ingin memperoleh informasi mengenai kebijakan amnesti pajak (tax amnesty) di Help Desk, di Gedung Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta Pusat, Kamis (8/12).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pemerintah mengaku optimistis kekurangan penerimaan perpajakan atau shortfall penerimaan perpajakan tetap terjaga di angka Rp 219 triliun. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan,  shortfall tersebut sudah memperhitungkan potensi kekurangan dari penerimaan bea dan cukai khususnya terkait urungnya pemberlakuan cukai plastik. Selain itu, kinerja impor yang masih lemah dalam tiga kuartal belakangan juga belum cukup mendongkrak penerimanan bea dan cukai.

Optimisme Sri untuk menjaga shortfall di angka Rp 219 triliun artinya tetap menahan ruang defisit fiskal di angka 2,7 persen dari total Produk Domestik Bruto (PDB). "Saya rasa untuk cukai sedikit shortfall. Sudah dibahas, bukan sesuatu yang baru. Pajak akan lakukan monitor dari amnesti pajak dan rutin," ujar Sri, di Jakarta, Senin (19/12).

Untuk mengejar target penerimaan pajak sebesar Rp 1.355 triliun sampai akhir tahun, Sri meminta Direktorat Jenderal Pajak untuk bekerja ekstra dan fokus pada penerimaan rutin dan amnesti pajak. Meski terdengar berat, tetapi Sri menyatakan tetap yakin ruang fiskal tetap terjaga dan defisit tak akan melebih 2,7 persen.

"Bukan cuma Dirjen yang berjanji tapi seluruh kanwilnya dan seluruh kantor pelayanan sudah mengidentifikasi, sehingga mereka sudah tahu apa yang harus dilakukan sampai akhir tahun lalu," katanya.

Sementara itu, ekonom Universitas Indonesia Lana Soelistianingsih menilai bahwa potensi shortfall diproyeksikan akan menerus hingga tahun depan. Untuk akhir tahun ini saja, ia menghitung penerimaan perpajakan bakala tertahan di porsi 84 persen dari targetnya. Catatan Ditjen Pajak Kemenkeu, realisasi pajak hingga November tahun ini sebesar Rp 965 triliun.

"Ini sama lah dengan realisasi 2015 lalu, 83 persen, sedikit naik. Jadi tahun depan ada potensi shortfall karena seperti ini saja penerimaan kita. Kecuali ada terobosan perpajakan seperti perbaikan dari sisi tarif pajak, perbaikan sistem koleksi PPN," kata Lana.

Lana menambahkan, reformasi perpajakan memang menjadi agenda yang mendesak untuk menaikkan penerimaan pajak di tahun-tahun depan. Salah satu langkahnya adalah dengan menggenjot Pajak Pertambahan Nilai (PPN) melalui perbaikan pendataan. Alasannya, selama ini pemerintah belum memiliki instrumen yang bisa secara pasti memastikan seluruh wajib pajak membayarkan PPN sesuai nilai yang diterima dari konsumen. "Ya potensi dari PPN kalau bisa dikoleksi lebih baik. Artinya IT harus diperbaiki biar terekam dan semakin sedikit interaksi dengan orang," ujar Lana.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement