Senin 19 Dec 2016 20:59 WIB

Pemerintah Harus Beli Alutsista Baru Meskipun Sedikit

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Andi Nur Aminah
Prajurit TNI, Polri dan warga mengevakuasi puing pesawat Hercules yang jatuh di kawasan Gunung Lisuwa, Kampung Maima, Distrik Minimo, Kabupaten Jayawijaya, Minggu (18/12).
Foto: Antara/Anyong
Prajurit TNI, Polri dan warga mengevakuasi puing pesawat Hercules yang jatuh di kawasan Gunung Lisuwa, Kampung Maima, Distrik Minimo, Kabupaten Jayawijaya, Minggu (18/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pascajatuhnya pesawat Hercules milik TNI AU jenis C-130 HS, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menegaskan Indonesia tak akan membeli pesawat bekas dari negara lain. Pemerintah menurut Gatot, akan membeli pesawat-pesawat baru.

Hal ini menurut Pengamat Militer Universitas Padjadjaran Bandung, Muradi harus benar-benar direalisasikan oleh Pemerintah. Pasalnya, intruksi perihal pengadaan alutsista TNI baru telah dikeluarkan beberapa kali, namun insiden kecelakaan terus berulang lantaran kondisi pesawat.

"Kita baca berita tahun lalu, dan terulang lagi di Wamena, hal sama disampaikan tapi tetap berulang. Jangan sampai jadi bahan politisasi saja, jadi buat saya enggak ada pilihan lain, selain beli baru," ujar Muradi saat dihubungi Republika.co.id pada Senin (19/12).

Muradi menegaskan pengadaan alutsista baru tidak bisa ditawar-tawar lagi. Hal ini menyangkut nyawa dan pertahanan Indonesia. Karena menurutnya, pembelian pesawat alutsista dari hibah negara lain sama saja dengan memindahkan persoalan alutsista ke Indonesia.

"Enggak boleh hibah lagi, karena hibah itu memindahkan masalah dari negara asal ke negara kita, ini kita gimana mau ngalahin orang lain, diri sendiri aja kita enggak bisa," kata Muradi.

Oleh karenanya, ia menekankan agar pemerintah membeli alutsista baru sekalipun sedikit jumlahnya. "Kita beli dulu satu yang baru, kemudian dia yang akan keliling jarak jauh dan yang lebih rumit, bayangkan usia 30 tahun lebih dipaksa keliling Indonesia, yang Wamena kemarin itu pasti keliling Indonesia," ujarnya.

Sementara untuk menyiasati pesawat yang telah usang, bisa diatur strategi dengan menggunakan pesawat tersebut jarak dekat saja. Karena meski laik pesawat bisa dipakai sampai 50 hingga 60 tahun, namun jangkauan terbang juga harus disesuaikan dengan kondisi usia pesawat.

"Sementara yang lainnya tidak usah jauh-jauh cukup Halim ke Malang, dekat-dekat saja, betul bisa sampe 50 tahun 60 tapi jaraknya disesuaikan dong, enggak bisa umur 50 tahun tapi dipaksa kayak pesawat baru," katanya.

Ia menambahkan, hal ini agar jangan sampai alutsista yang ada justru mengorbankan para prajurit yang bertugas. Pasalnya, selama dua tahun terakhir ini, ia menyebut TNI telah kehilangan ratusan prajuritnya karena kecelakaan pesawat.

"100-an prajurit loh, karena jatuh dan bukan karena perang. Kalau perang jelas, ini justru lawannya diri sendiri karena jatuh naik pesawat," kata dia.

Fauziah

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement