REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Antasari Azhar mengusulkan hukuman bagi korporasi atau perusahaan terlibat korupsi dengan mematikan secara perdata. Antasari menilai hukuman itu paling efektif untuk memberi efek jera bagi pelaku korporasi dan korporasi itu sendiri.
"Kalau korporasi itu ya matikan perdatanya, tutup, izinnya cabut, tidak bisa lagi hidup. Saya yakin 10 kali mikir buat melakukan korupsi," ujar Antasari saat hadir di Seminar Nasional 'Penegakan Hukum terhadap Kejahatan Korupsi Dalam Korporasi' di Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Iblam di Jalan Kramat Raya, Senen, Jakarta Pusat, Senin (19/12).
Menurutnya, perlu tindakan tegas untuk pemberantasan korupsi di Indonesia. Mengingat budaya di Indonesia yang cukup permisif dengan pelaku koruptif.
"Ini nggak kejam, tapi tegas. Kalau tegas ini ya ada risikonya, karena sekali berkompromi, selesai sudah buat berantas korupsi, tidak boleh kompromi," kata Antasari.
Karenanya, jika semua pihak bertekad menindak korporasi sebagai pelaku perlu melakukan perubahan regulasi, yakni dengan mematikan perdata korporasi. Pasalnya, di negara-negara yang telah menerapkan aturan untuk kejahatan korupsi oleh korporasi itu berkurang signifikan.
"Di beberapa negara lain, Singapura misalnya, (korporasi) takut sekali, setelah keluar penjara nggak bisa apa-apa. Tidak bisa buka warung, jadi perdata perusahaan itu nggak hidup lagi. Makanya tidak selesai oleh pemiskinan, karena seperti sekarang, masih bisa, malah dari dalam penjara bisa jalani perusahaan," kata Antasari.