Selasa 20 Dec 2016 02:30 WIB

ICW: Telegram Kapolri Bisa Menular ke Lembaga Lain

Red: Nidia Zuraya
  Kapolri Jenderal Tito Karnavian.
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Kapolri Jenderal Tito Karnavian.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Divisi Hukum dan Monitoring Indonesia Corruption Watch (ICW), Lalola Easter menyatakan beredarnya surat telegram Kapolri dikhawatirkan akan menular ke lembaga lainnya.

Dalam surat itu, disebutkan bahwa para penegak hukum harus memperoleh izin Kapolri terlebih dahulu saat memanggil anggota Polri, melakukan penggeledahan dan penyitaan, dan memasuki lingkungan Markas Komando Polri (Mako Polri). "Lembaga-lembaga seperti Kejaksaan, TNI, DPR, DPD, BPK, MK dan lembaga atau komisi negara lainnya sangat mungkin akan membuat aturan serupa mengharuskan adanya izin dari pimpinan lembaga sebelum diperiksa atau digeledah oleh lembaga penegak hukum," kata Lalola dalam konferensi pers di kantor ICW, Jakarta, Senin (19/12).

Menurut dia, keberadaan telegram itu juga memiliki konsekuensi hukum yang serius karena berpotensi untuk dimaknai sebagai upaya menghalang-halangi penegakan hukum dan dapat dikenakan pidana. "Ini harus diklarifikasi tetapi kembali lagi hal seperti ini yang muncul di kacamata publik seolah-olah kepolisian menutup diri. Yang harus dilihat adalah ketika ada proses hukum terhadap anggota kepolisian itu tidak bisa dianggap serta-merta sebagai ancaman terhadap Polri," tuturnya.

Ia menilai kalau memang Polri mau berpikir jernih, seharusnya anggota-anggota Polri yang terlibat dalam perkara hukum itu sekalian dibersihkan saja. "Itu kan patut diduga jangan-jangan orang itu peformanya juga tidak baik. Dari pada memperpanjang proses hukum yang sepertinya bisa diselesaikan dengan cepat, yang seharusnya juga bisa membantu kepolisian dalam melakukan bersih-bersih itu tidak perlu lagi diperpanjang," ujarnya.