REPUBLIKA.CO.ID, CILEGON -- Pemerintah Kota Cilegon, Banten kesulitan mengawasi tenaga kerja asing karena keterbatasan petugas pengawas di lapangan.
"Kami memiliki petugas pengawas tenaga kerja asing di lapangan sebanyak delapan orang dan itu juga diserahkan ke Pemerintah Provinsi Banten sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000," kata Wali Kota Cilegon Tb Iman Ariyadi di Cilegon, Senin (19/12).
Saat ini, jumlah tenaga asing di Kota Cilegon sejak Januari sampai November 2016 sebanyak 1.200 orang. Mereka tersebar di 30 perusahaan.
Para tenaga kerja asing didominasi warga Korea Selatan dan Cina. Namun, kebanyakan di antara mereka bekerja di 15 perusahaan.
Banyak tenaga kerja asing yang pindah kerja tanpa melapor ke Dinas Tenaga Kerja setempat. Karena itu hingga kini Pemkot kesulitan mengawasi tenaga kerja asing tersebut.
"Kami juga prihatin banyak tenaga kerja asing ditemukan bekerja bukan pada bidangnya sehingga bisa mengancam tenaga kerja lokal," katanya.
Menurut dia, saat ini belum menemukan adanya tenaga asing ilegal. Namun, mereka kebanyakan melakukan pelanggaran dengan bekerja bukan pada bidangnya. Semestinya, kata dia, tenaga kerja asing itu bekerja sesuai dengan keahliannya sesuai dengan keputusan Kementerian Tenaga Kerja.
Di samping itu, gaji tenaga kerja asing dan tenaga kerja lokal cukup berbeda. Misalnya, PT Bosco Krakatau Steel gaji jabatan direksi tenaga kerja lokal lebih rendah daripada tenaga kerja asing. "Kami akan melakukan evaluasi terhadap tenaga kerja asing, termasuk bidang keahliannya," katanya.
Iman berharap DPRD Cilegon segera menyetujui Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Perlindungan Tenaga Kerja lokal. Raperda tersebut untuk melindungi tenaga kerja lokal dari serbuan tenaga asing. "Kami minta Raperda itu bisa disahkan oleh legislatif sebagai payung hukum perlindungan tenaga kerja lokal," katanya.