Selasa 20 Dec 2016 17:03 WIB

Pengamat: Sudah Waktunya Kebijakan Bebas Visa Dievaluasi

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Winda Destiana Putri
Visa
Foto: ABCNews
Visa

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengatakan saat ini sudah waktunya bagi Pemerintah Indonesia mengevaluasi kebijakan bebas visa. Saran tersebut bukan lantaran adanya pengibaran bendera Cina di Indonesia ataupun penanaman benih cabai berbakteri beberapa waktu lalu.

Menurut dia, alasannya lebih karena banyaknya warga negara Cina yang datang ke Indonesia dan mencari pekerjaan. Awalnya mereka hanya turis, namun setelah sampai di sini mereka mulai mencari pekerjaan.

"Pemerintah harus paham, Cina berpenduduk besar 1,2 miliar. Ekonomi mereka tidak terus menerus bagus. Pemerintah (Cina) sulit mencari lapangan kerja untuk warga, jangan-jangan dibiarkan mencari kerja di luar," ujarnya kepada Republika.co.id, Selasa (20/12).

Menurut dia, evaluasi juga harus dilakukan terhadap aparat. Bukan karena kerja mereka tidak baik, namun lantaran jumlah perseonelnya yang sedikit. Dengan jumlah sedikit, sudah pasti aparat kesulitan memonitor masuknya warga negara Cina ke Indonesia.

Hikmahanto menyebut secara umum masuknya warga Cina ke Indonesia cukup besar. Namun ia ragu apakah jumlah yang datang sama dengan jumlah yang kembali ke negara asalnya atau tidak.

"Apa mereka kembali lagi tidak ke negaranya? Apalagi di Indonesia dapat kartu tanda penduduk gampang, bisa dipalsukan. Pemerintah perlu evaluasi," kata Hikmahanto.

Saat ini di media sosial beredar kabar bahwa ada gelombang besar kedatangan warga negara Cina ke Indonesia. Meski kabar tersebut belum terkonfirmasi, dia berharap pemerintah tanggap bersikap.

"Jangan sampai warga negara Indonesia keturunan Cina yang jadi korban. Jangan sampai kemarahan publik akhirnya menghantam pemerintah," kata dia.

Untuk itu Hikmahanto menyarankan agar pemerintah memoratorium dan mengevaluasi kebijakan bebas visa. Tidak hanya bagi Cina tapi juga bagi negara lain.

Berdasarkan catatan data Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM, hingga pertengahan tahun ini, WNA paling banyak melanggar kebijakan bebas visa adalah Cina, Bangladesh, Filipina, Irak, Malaysia, Vietnam, Myanmar, India, dan Korea Selatan. Warga negara Cina masih menduduki peringkat pertama dengan jumlah yang cukup signifikan, yaitu 1.180 pelanggaran pada Januari hingga Juli 2016. Sementara urutan berikutnya diikuti warga negara Bangladesh (172), Filipina (151), dan Irak (127).

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement