REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Hetifa Sjaifudian mengkritisi ihwal polemik revisi Undang-undang Organisasi Masyarakat (Ormas), terutama terkait keberadaan Ormas Asing.
Menurutnya yang menjadi kekhawatiran dari Ormas asing adalah gerakan penyebar paham dan misi tertentu yang bisa bersifat hegemonik, dominan dan berpengaruh. Maka dari itu, kata Hetifa pengaturannya seharusnya dibedakan antara Ormas dan Yayasan (berbadan hukum)
"Sepertinya harus dibedah, apa yang dimaksud ormas asing," jelas Politikus Partai Golongan Karya (Golkar) tersebut saat dihubungi melalui seluler, pada Selasa (20/12)
Hetifa menjelaskan, dalam Undang-undang Ormas nomor 17 Tahun 2013 pasal 43, yayasan asing, baik yang didirikan Warga Negara Asing (WNA), kerja sama WNA dengan Warga Negara Indonesia (WNI), atau badan hukum asing, dimasukkan dalam kategori Ormas. Sementara di Indonesia cukup banyak yayasan atau foundation asing yang memiliki tujuan sosial baik.
Selain itu juga, terdapat perbedaan antara yayasan dan Ormas. Menurut Hetifa, yayasan itu beroperasinya mirip perusahaan, tapi tidak memiliki profit motif. Kemudian yayasan juga pengendalinya terbatas, tidak ada keanggotaan, mirip pemegang saham.
Sedangkan Ormas dengan pengertian perkumpulan, perhimpunan, anggotanya bisa berkembang dan nyaris tidak terbatas jumlah anggotanya.
Maka dengan demikian, adalah tugas pemerintah mengatur atau mengontrol agar efek negatif keberadaan Ormas Asing bisa dicegah.
Sebetulnya pasal 50 Undang-undang Ormas 17/2013 sudah memerintahkan agar dibuat Peraturan Pemerintah yang mengatur teknis perizinan, tim perizinan dan pengesahan Ormas Asing. Jadi dengan undang-undang yang ada sebetulnya Pemerintah sudah bisa lakukan pengawasan "Penerbitan PP 59/2016 baru-baru ini tentang Ormas Asing adalah pelaksanaan Pasal 50 UU Ormas," tambahnya.
Namun sayangnya, dalam prolegnas prioritas tahun 2017 per tgl 15 Desember 2016 kemarin, revisi RUU Ormas belum masuk. Maka dengan demikian, revisi Undang-undang Ormas ini akan menjadi usulan Kemendagri.
"DPR RI menunggu usulan naskah akademis dan revisi RUU Ormas dari pemerintah, dan siap membahasnya bersama," tutup dewan asal dapil Kalimantan Timur.
Baca juga, Revisi UU Ormas, Muhammadiyah: Optimalkan Dulu yang Ada.