REPUBLIKA.CO.ID, TEL-AVIV -- Pencalonan David D Friedman sebagai Dubes Amerika Serikat untuk Israel menimbulkan sejumlah tanda tanya serius. Pasalnya, Friedman yang kini menjabat sebagai penasehat Presiden Donald Trump itu, terkenal dengan sikapnya yang kontra dengan kebijakan pemerintah Amerika secara umum terkait dengan persoalan Israel-Palestina.
Friedman (57 tahun )adalah warga Amerika keturunan Yahudi ortodoks. Menurut harian Haaretz, ia sejatinya lebih radikal daripada Perdana Menteri Israel, Benyamin Netanyahu. Ia dikenal cukup keras memperjuangkan opini-opini politiknya.
Salah satu opini kontroversial Friedman adalah dukungannya terhadap proyek perluasan permukiman ilegal Israel. Menurutnya, upaya itu 'legal' adanya seperti yang dikutip oleh surat kabar Washington Post.
Padahal, kebijakan itu, menurut pemerintahan Amerika sejak tahun 1967, jelas sebagai langkah inkonstitusional. Apalagi, menurut pemerintah Amerika, selama ini, bahwa permukiman ilegal dan upaya perluasannya adalah unsur utama yang menghambat proses tercapainya perdamaian Israel-Palestina.
Selain mendukung penuh perluasan pemukiman ilegal, Friedman juga bersikeras untuk memindahkan kedutaan Amerika dari Tel-Aviv ke kota Jerusalem (Al-Quds). Padahal, usulan semacama ini sudah pernah ditolak oleh Bill Clinton mantan Presiden Amerika Serikat (1993-2001).
Pada masa kampanye Pilpres Amerika tahun ini, Donald Trump mengisyaratkan bahwa ia benar-benar akan memindahkan Kedubes Amerika dari kota Tel-Aviv ke Jerusalem (Al-Quds). Tentu saja jika hal tersebut benar-benar direalisasikan, maka menurut rakyat Palestina, akan semakin mempertajam konflik antara dua belah pihak.
Jika merujuk pada perjanjian tahun 1967, jelas disebutkan bahwa Jerusalem Timur adalah ibukota resmi bagi negara Palestina. Ditambah lagi dengan pengakuan UNESCO baru-baru ini bahwa masjid Al-Aqsa dan sejumlah situs bersejarah yang ada di sekitarnya, adalah hak sah atau semata-mata milik kaum Muslimin Palestina.