Rabu 21 Dec 2016 06:48 WIB

Soal Fatwa MUI, Dewan Pakar ICMI Sesalkan Sikap Kapolri yang Tegur Kapolres

Rep: Ali Yusuf/ Red: Teguh Firmansyah
  Kapolri Jenderal Tito Karnavian.
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Kapolri Jenderal Tito Karnavian.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Pakar ICMI Anton Tabah Digdoyo menyesalkan sikap Kapolri menegur kapolresnya karena telah mengeluarkan surat edaran yang merujuk pada fatwa MUI.

Padahal fatwa MUI yang isinya agar perusahan swasta tidak memaksa kariawan muslim memakai atribut natal ini untuk memperkuat kerukunan antar umat beragama.

"Siapapun harus memahami bahwa fatwa MUI dibuat justru untuk jaga kerukunan dan toleransi antar umat beragama bukan untuk membuat keresahan," kata Anton lewat keterangan tertulisnya yang diterima Republika.co,id, Rabu (20/12).

Selain menyesalkan sikap Jendral Tito, Anton juga menyayangkan sikap Menkopolhukam Wiranto yang menyalahkan MUI yang katanya tidak berkoordinasi dalam mengeluarkan fatwa.

Dengan sikap para pejabat tersebut, menurut Anton, seakan menutup mata ada 90 persen umat muslim resah ketika diwajibkan pihak perusahaan memakai atribut natal setiap hari raya natal.

"Bayangkan kalau hari raya idul adha seluruh rakyat dipaksa pakai atribut Islam? Bingung tidak? Rela tidak? ," ujarnya.

Jadi. kata Anton, toleran dan kerukunan itu tidak harus ikuti cara agama lain, cukup dengan saling menghormati yang sudah jalan selama ini.  "Juga ikuti saja cara-cara presiden sebelumnya tidak membuat masalah semuanya berjalan adem," kata yang juga eks sekretaris pribadi presiden Soeharto ini.

Ia mengatakan semua presiden RI sebelumnya jika natal tidak pernah membuat pohon natal di halaman istana karena jaga rasa dan hati umat Islam yang 90 persen lebih di NKRI ini.

"Itu filosofi "ojo Dumeh" atau ngono yo ngono ning ojo ngono yang selalu dipegang oleh pemimpin-pemimpin dan para the founding fathers bangsa Indonesia sehingga terhindar dari kegaduhan yang tak perlu," katanya.

Wakil ketua MUI komisi hukum ini mengingatkan bahwa Fatwa MUI selain mengikat umat juga jadi rujukan hukum positif nasional.

Baca juga, Pemaksaan Pemakaian Atribut Natal Dinilai Bertentangan dengan Pancasila.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement