REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penggerebekan oleh Densus 88 di Tangerang Selatan menewaskan tiga orang terduga teroris. Menurut polisi, informasi ketiganya didapat dari seorang rekan mereka yang duluan tertangkap.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Porli Brigjen Rikwanto mengatakan, empat terduga teroris ini akan melakukan serangan dengan meledakkan pos polisi. Namun rencana tersebut berhasil digagalkan dengan ditangkapnya Adam.
Rencana amaliyah tersebut lanjut dia diketahui berdasarkan hasil interogasi Densus terhadap Adam. Adam beserta tiga rekannya akan melakukan penyeberangan sebelum kemudian meledakkan pos polisi saat situasi sudah ramai.
"(Mereka) Melakukan penyerangan ke pos polisi tapi lebih dulu melakukan penusukan kepada anggota, lalu setelah berkumpul masyarakat dan aparat kepolisian baru dia datang membawa bom dan meledakkanya dengan bunuh diri," jelas Rikwanto di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (21/12).
Saat ditanyakan apakah model penyerangan ini mirip dengan peristiwa Thamrin pada awal Januari 2016 lalu, Rikwanto hanya mengatakan ada kemiripan. Namun, setiap jaringan memiliki caranya sendiri dalam melakukan serangan.
"Kalau dikatakan ada kemiripan iya. Namun mereka punya cara sendiri, untuk bagaimana membuat sesuatu hal yang menarik perhatian. Sasaran mereka adalah salah satunya aparat," katanya.
Rikwanto mengaku saat ini masih belum bisa memastikan jaringan mereka. Pasalnya, baik jaringan Bekasi, Solo, Tasikmalaya, adalah sel-sel kecil yang merujuk atas intruksi dari teroris Nahrun Naim di Suriah.
"Memang ada jaringan dari Bekasi dan Tasikmalaya. Satu kelompok, kan ada sel-sel kecil. Belum tentu juga jaringannya sama. Hanya ada sel-sel kecil," paparnya.
Sedangakan untuk bom, tambahnya jenisnya berbeda dengan bom panci di Bekasi. Bom yang ditemukan di Tangsel ini hanya buatan tangan dan bentuknya tidak rapi.
"Bukan bom panci. Jadi ini buatan tangan, bentuknya tidak beraturan. Tapi yang jelas bukan bom panci. Kekuatannya belum ya, diteliti dulu," kata Rikwanto.