REPUBLIKA.CO.ID, SUKABUMI -- Kasus kekerasan terhadap perempuan di Kabupaten/Kota Sukabumi masih tinggi. Dimana, kasus yang dilaporkan tidak hanya kekerasan fisik melainkan non fisik berupa penelantaran.
"Kalau melihat angkanya kasus kekerasan terhadap perempuan masih tinggi," ujar Ketua Harian, Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Sukabumi sekaligus Ketua Forum Wanita (Forwa) Elis Nurbaeti kepada Republika Rabu (21/12). Tingginya kasus tersebut dimungkinkan karena kesadaran hukum masyarakat yang mulai meningkat.
Cirinya terang Elis, korban kekerasan melaporkannya ke aparat penegak hukum maupun P2TP2A. Namun, saat ini terjai pergesaran bentuk kekerasan dari fisik beralih ke non fisik seperti kasus penelantaran.
Elis menerangkan, para pelaku kekerasan mengira kekerasan non fisik tersebit tidak bisa ditindak. Padahal, tindakan tersebut tetap bisa dijerat oleh hukum.
Data P2TP2A Sukabumi ungkap Elis menyebutkan, di sepanjang Januari hingga pertengahan Desember 2016 ini tercatat sebanyak 21 kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dengan sebanyak 22 orang korban. Jumlah tersebut belum ditambah kasus KDRT yang ditangani Forwa sebanyak 17 kasus.
Sehingga terang Elis, kasus KDRT yang mayoritas dialami perempuan mencapai sebanyak 38 kasus dengan puluhan korban. Sementara kasus penelantaran di sepanjang 2016 mencapai sembilan kasus dengan korban sebanyak sebelas orang.
Elis menuturkan, jumlah tersebut belum ditambah perempuan yang mayoritas menjadi korban perdagangan manusia trafficking. Hingga saat ini tercatat sebanyak 23 kasus dengan 30 korban perdagangan manusia. Sementara kasus kekerasan seksual mencapai sebannyak 29 kasus dengan korban sebanyak 51 orang.
Untuk mencegah maraknya kasus kekerasan terhadap perempuan kata Elis, P2TP2A berupaya menambah jaringan sampai ke tingkat rukun tetangga (RT). "Sehingga sosialisasi pencegahan bisa dilakukan serempak oleh semua pihak ke smua lini dan kelompok-kelompok rentan," imbuh dia.
Upaya lainnya sambung Elis, yakni dengan meningkatkam peran serta ulama dan pimpinan-pimpinan keagamaan dan tokoh masyarakat. Pemuda dan tokoh perempuan pun lanjut dia turut dilibatkan dalam memberikan informasi mengenai hal tersebut.
Tapi terang Elis, semua langkah itu harus ditunjang juga oleh anggaran yang memadai. Oleh karena itu P2TP2A masih menunggu adanya kebijakan anggaran yang mendukung upaya pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Tingginya kasus KDRT juga terjadi di Kota Sukabumi. Pasalnya, dari rentang waktu Januari hingga September 2016 lalu tercatat puluhan kasus KDRT.
Data Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Sukabumi menyebutkan, jumlah kasus KDRT dalam periode Januari-September mencapai sebanyak 39 kasus. Rinciannya, korban perempuan sebanyak 35 orang dan sebanyak 4 orang laki-laki.
Sekretaris P2TP2A Kota Sukabumi Joko Kristianto mengatakan, data kasus KDRT tersebut berdasarkan laporan petugas di lapangan. "Mayoritas kasus KDRT itu telah ditangani ditangani P2TP2A," cetus dia.
Dari puluhan kasus tersebut lanjut Joko, terdapat sebanyak 17 orang korban KDRT yang usianya di bawah 18 tahun. Sementara sisanya sebanyak 22 orang di atas 18 tahun.
Kasus KDRT ini biasanya dialami wanita yang terikat perkawinan. Meskipun di sisi lain ada juga anak yang menjadi korban dalam kasus KDRT.
Untuk mengatasi kasus KDRT, Pemkot Sukabumi menggencarkan sosialisasi pencegahan dan penanganan. Khususnya, untuk mencegah munculnya korban kekerasan yang dialami perempuan dan anak-anak. Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan Keluarga Berencana (BPMPKB) Kota Sukabumi Lilis Astri Suryanita mengatakan, pihaknya menggiatkan sosialisasi pencegahan KDRT langsung ke masyarakat. "Contohnya ke lingkungan RT maupun RW maupun sekolah-sekolah," imbuh dia.
Langkah tersebut dengan melibatkan P2TP2A Kota Sukabumi, Babinsa, dan Babinkamtibmas yang ada di lapangan. Pelibatan sejumlah elemen masyarakat ini untuk mempercepat pencegahan dan penanganan KDRT.