REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Insiden pembunuhan Duta Besar Rusia untuk Turki, Andrey Karlov, dikhawatirkan bakal membawa ketegangan terhadap hubungan kedua negara di masa mendatang. Diplomat asal Moskow itu justru tewas di tangan oknum polisi Turki yang semestinya bertugas memelihara keamanan di negeri itu.
Pembunuhan Karlov tidak hanya mencoreng nama baik Turki sebagai salah satu negara yang disegani di kawasan Timur Tengah. Tetapi juga berpotensi menurunkan citra kaum Muslimin sebagai umat yang cinta damai.
Apalagi, kedudukan seorang diplomat sangat dihormati dalam Islam. Bahkan, Nabi Muhammad SAW pun mengajarkan kepada umatnya agar menghargai orang-orang yang menjalankan profesi tersebut.
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Imam Ahmad dikisahkan, Rasulullah SAW pernah didatangi dua orang utusan Musailamah al-Kazzab —pendusta yang mengaku-ngaku dirinya sebagai nabi yang menerima wahyu dari Allah SWT. Kepada mereka, Rasulullah bertanya, “Adakah kalian berdua bersaksi bahwa saya adalah Rasul Allah?”
Kedua utusan itu lantas menjawab, “Kami bersaksi bahwa Musailamah adalah Rasul Allah.” Menurut hukum Islam, kedua orang itu jelas melakukan kesalahan yang fatal, karena secara terang-terangan menista agama Allah di hadapan Nabi SAW.
Jika mereka tidak bertaubat, maka hukuman yang pantas bagi para utusan Musailamah itu adalah dibunuh. Namun, Rasulullah SAW tidak melakukan hal tersebut. Beliau justru membiarkan kedua utusan itu pulang kembali ke negeri asalnya.
Riwayat di atas menunjukkan betapa tinggi dan dihormatinya kedudukan diplomat di mata Islam. Dalam memperlakukan utusan musuhnya, Rasulullah SAW justru menonjolkan kebijaksanaan dan sikap toleransinya.
“Islam mempunyai pedoman dan aturan tersendiri yang melarang umatnya mengganggu para utusan masyarakat lain—yang dalam istilah hari ini dikenal dengan sebutan diplomat,” tulis pakar hukum Islam asal Brunei Darussalam, Dr Abdurrahman Haqqi, dalam artikelnya berjudul Nabi Muhammad Junjung Tinggi Kedudukan Diplomat.
Dijelaskannya, diplomat sebagai utusan resmi antarnegara mempunyai hak dan tanggungjawab yang dilindungi dalam Islam. Menurut kamus fikih, kedudukan diplomat masuk dalam kajian Dar al-‘Ahd (wilayah perjanjian). “Islam sangat menjunjung tinggi perjanjian tersebut,” imbuhnya.