REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Bidang Bimas Islam Kanwil Kemenag Provinsi Bali, Nurkhamid, menuturkan ikatan budaya memliliki pernanan sangat penting di kehidupan masyarakat Bedugul. Kecakapan masing-masing umat beragama menghormati budaya, dirasa menjadi aspek penting terjaganya toleransi.
"Salah satu yang paling dirasakan adalah peran ikatan budaya yang sangat membantu," kata Nurkhamid kepada Republika di Penganugeraha Masjid Percontohan Kementerian Agama, Selasa (13/12) lalu.
Ia menerangkan, setidaknya terdapat dua kebiasaan yang jadi alasan dan sudah mendarah daging di masyarakat Bedugul, baik bagi umat Islam maupun umat Hindu masing-masing. Nurkhamid merasa, umat Hindu yang memegang teguh falsafah kita semua bersaudara, ditambah umat Islam yang sangat halus berkomunikasi, menjadi ikatan budaya yang menjaga toleransi.
Karenanya, tidak mengherankan apabila Masjid Besar Al Hidayah mendapatkan peringkat dua tingkat nasional Masjid Paripurna dari Kementerian Agama. Selain itu, sarana dan prasarana pun sudah terbilang lengkap, termasuk kehadiran lembaga pendidikan madrasah dari berbagai tingkatan, ibtidaiyah, tsanawiyah sampai aliyah, semua ada di Masjid Al Hidayah.
Selain pembinaan umat, Masjid Al Hidayah pun sudah berperan di aspek ekonomi, dengan ikut mengelola langsung dan menghasilkan cinderamata-cinderamata asli dari Bedugul. Terlebih, lanjut Nurkhamid, sebagian besar masyarakat memang menggantungkan ekonomi di bidang pariwisata, sehingga umat Islam di Bedugul pun mampu menjalankan dan menjadi bagian perekonomian.
"Mereka yang berjualan cinderamata pun sebagian besar umat Islam memang jilbab, dan itu tidak menjadi masalah di Bedugul," ujar Nurkhamid.
Nurkhamid menambahkan, peran di bidang ekonomi itu turut dilakukan dengan pihak-pihak lain, seperti kantin yang dibantu Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) dan Pondok Pesantren. Selain itu, sinergi terbuka dari semua elemen telah dijalin dengan Kementerian Agama, yang membantu menciptakan Pondok Pesantren produktif di perekonomian.