REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN—Belakangan ini klakson multinada menjadi viral dan trending di mana- mana. Bahkan klakson yang populer dengan istilah ‘telolet’ ini mampu ‘menyihir’ kalangan anak- anak hingga orang dewasa.
Pengamat Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno mengatakan penggunaan klakson ‘multinada’ ini bisa saja ditertibkan, jika akhirnya dianggap mengganggu dan membahayakan.
Djoko menyebut, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan memuat pasal- pasal dan ketentuan tentang kendaraan. Di Pasal Pasal 64 –misalnya—mengatur setiap kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan harus memenuhi persyaratan laik.
Persyaratan laik ditentukan berdasarkan kinerja minimal kendaraan bermotor yang meliputi emisi gas buang, kebisingan suara, efisiensi sistem rem utama, efisiensi sistem rem parkIr dan kincup roda depan.
Selain itu juga suara klakson, daya pancar dan arah sinar lampu utama, radius putar, akurasi alat petunjuk kecepatan, kesesuaian roda dan kondisi ban dan kesesuaian data mesin penggerak terhadap berat kendaraan.
Terkait dengan suara klakson, secara spesifik ditekankan pada Pasal 69, dimana standar batas yang dipersyaratkan untuk intensitas suara klakson ini paling rendah 83 desibel (dB) dan paling tinggi 118 (dB).
“Bahkan di wilayah daerah tertentu klakson dilarang dibunyikan secara keras, seperti di kawasan sekolah dan rumah ibadah,” jelasnya, Kamis (22/12).
Kekuatan Telolet
Ia juga mengakui, terkait dengan klakson multinada ini Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) Provinsi Jawa Tegah pernah melakukan pengujian suara klakson telolet pada armada Perusahaan Otobus (PO) Haryanto dan PO Harapan Jaya.