REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hampir 90 persen tanah wakaf di Indonesia dinilai tak produktif pemanfaatannya untuk kemaslahatan umat. Robbyantono JE dari Divisi Manajemen dan Pengembangan Badan Wakaf Indonesia (BWI) menyampaikan 90 persen dari 430 juta hektare tanah wakaf di seluruh Indonesia masih dalam bentuk masjid, sekolah, dan makam.
"Padahal dalam struktur wakaf, masjid, kuburan, sekolah bahkan rumah sakit itu penerima manfaat wakaf. Harusnya mereka itu penerima manfaat wakaf. Harusnya sekolah itu gratis, rumah sakit gratis karena itu didapat dari hasil manfaat wakaf," kata Robby usai menemui Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Kamis (22/12).
Ia menjelaskan, seharusnya pengelolaan tanah wakaf dapat dilakukan secara komersil sehingga dapat memberikan keuntungan yang maksimal yang kemudian dimanfaatkan untuk kepentingan umat. Tanah wakaf dapat dikembangkan dan dikelola menjadi, misalnya gedung perkantoran yang kemudian hasil keuntungannya digunakan untuk kepentingan masyarakat seperti pembangunan sekolah gratis atau rumah sakit gratis.
Robby mengatakan berdasarkan undang-undang, 90 persen keuntungan pengelolaan tanah wakaf harus dikembalikan kepada umat. Menurutnya, saat ini pun masih terdapat banyak tanah wakaf yang pengembangannya tak maksimal.
"Bayangkan ada tanah wakaf nilainya Rp 300 miliar, dia hanya dapat return Rp 200 juta per tahun. Ini idle, di kota tanahnya Rp 300 miliar hanya dapat Rp 200 juta per tahun. Sementara kalau dikembangkan menjadi kantor, penyewaan gedung tanah tidak kita ruislag. Tanahnya tetap di situ, dibangunkan gedung, 16 lantai sewa, itu dapat menghasilkan pendapatan yang akan diterima oleh nazir, yayasan ini, bisa sampai Rp 45 miliar per tahun," kata dia.
Robby mencontohkan pengelolaan tanah wakaf di Mesir yang produktif telah memberikan manfaat bagi masyarakatnya, termasuk bagi mahasiswa asal Indonesia. Dari pengelolaan tanah wakaf oleh Badan Wakaf Al-Azhar di Mesir, mahasiswa asal Indonesia bisa mendapatkan beasiswa pendidikan di Mesir.