REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri ESDM Ignasius Jonan memastikan pembahasan perpanjangan kontrak karya bisa dilakukan dalam lima tahun sebelum kontrak pertambangan tersebut berakhir.
Perpanjangan tersebut akan menjadi salah satu pasal dalam revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77 tahun 2014 tentang Mineral dan Batubara. "Pembahasan perpanjangan itu mungkin tidak dua tahun. Kita sepakat bahwa ini boleh dibahas lima tahun sebelum kontrak berakhir," kata Jonan seusai melakukan rapat koordinasi di Jakarta, Kamis (22/12).
Jonan menegaskan pasal ini dirumuskan dalam revisi PP bukan untuk mengakomodasi kepentingan pihak maupun perusahaan tertentu. "Ini untuk siapa saja. Tidak ada PP dibuat untuk satu perusahaan," katanya.
Selain itu, kata Jonan, bagi perusahaan kontrak karya yang mau melakukan ekspor tapi tidak mau melakukan pemurnian, harus menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). "Kalau mau ekspor tidak melakukan pemurnian, itu harus berubah menjadi IUPK. Karena di UU Minerba yang IUPK tidak ada batas waktu (ekspor). Tapi yang KK harus. Nanti coba lihat pasalnya," ujarnya.
Dengan demikian, menurut Jonan, perusahaan pertambangan kontrak karya masih diwajibkan melakukan ekspor atas produk pemurnian yang sudah melalui tahapan hilirisasi dalam negeri. Ia juga memastikan pemerintah masih memberikan perizinan kepada ekspor konsentrat dengan persyaratan khusus terhadap bahan mineral mentah tertentu.
Sebelumnya, revisi PP No 77 Tahun 2014 tersebut dilakukan karena diduga terkait perpanjangan kontrak pertambangan PT Freeport, yang habis pada 2021. Jika sesuai peraturan sekarang, maka pengajuan perpanjangan kontrak, baru bisa dilakukan sebelum dua tahun masa habis kontrak, atau untuk kasus PT Freeport berarti pada 2019. Ketidakpastian itu bisa membuat investor masih ragu untuk berinvestasi, karena timbul kekhawatiran kontrak tidak akan diperpanjang lagi