Kamis 22 Dec 2016 19:57 WIB

BNP2TKI: TKI di Negara Konflik Kemungkinan Dikirim Ilegal

Rep: Dian Erika N/ Red: Angga Indrawan
Tenaga kerja Indonesia, ilustrasi
Foto: Antara
Tenaga kerja Indonesia, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Penempatan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Agusdin Subianto, mengatakan pengiriman TKI ke daerah konflik pada prinsipnya tidak diperbolehkan secara hukum. Jika masih ada temuan pengiriman TKI ke kawasan konflik, hal tersebut dipastikan berlangsung secara ilegal.

"Prinsipnya kita tidak boleh mengirim TKI ke daerah konflik. Ini berlaku untuk semua jenis pekerjaan. Kalau masih ada temuan, berarti itu unprocedural," tegas Agusdin ketika dikonfirmasi Republika, Kamis (22/12).

Menurut Agusdin, moratorium pengiriman TKI sebetulnya bukan hanya ditujukan bagi Arab Saudi. Moratorium pun berlaku bagi negara-negara timur tengah. Menanggapi masih banyaknya pengiriman tenaga kerja, utamanya TKW ke kawasan konflik, Agusdin menduga hal itu disebabkan kebutuhan pekerja rumah tangga yang tinggi di negara-negara itu. Penyebab lainnya adalah tingginya keuntungan yang didapat dari pengiriman TKI ilegal.

"Beberapa sumber mengatakan keuntungan penyaluran TKI ke negara konflik bisa berlipat," ujar dia.

Modus-modus yang biasa digunakan untuk mengirim TKI ke negara konflik adalah human traficking lewat Singapura dan Malaysia  serta pengalihan status pekerjaan dari bukan PRT menjadi PRT.

Karena itu, pihaknya meminta pemerintah menindak tegas oknum-oknum yang masih melakukan pengiriman TKI ke kawasan konflik. Selain itu, BNP2TKI juga menyarankan agar pemerintah tidak menerbitkan visa kerja di negara konflik.

"Pintu-pintu pelepasan TKI juga harus diperketat penjagaannya. Ada baiknya ditempatkan perwakilan pengawasan TKI dari Indonesia di negara konflik sehingga dapat mencegah masuknya tenaga kerja ilegal," tambah Agusdin.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement