REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Dr. H. Anwar Abbas sangat menyesalkan pernyataan Menteri Agama RI, Lukman Hakim Saifuddin yang mengatakan fatwa MUI tidak mengikat. Menurutnya, sebagai seorang pejabat pemerintah apalagi sebagai Menteri Agama tidak sepantasnya dia mengucapkan hal itu.
"Seharusnya beliau (Menteri Agama) menyadari bahwa sebagai sebuah wadah yang di dalamnya berhimpun para ulama dari berbagai ormas dan kelembagaan Islam, MUI menjadi benteng utama dalam menyampaikan fatwa keagamaan," kata Anwar kepada Republika.co.id, Kamis (22/12).
Ia mengungkapkan, Menteri Agama seharusnya menyadari fatwa MUI adalah panduan bagi umat Islam dalam menjalankan ajaran agamanya. Artinya, bagi umat Islam fatwa MUI mempunyai daya ikat keagamaan (Ilzam syar’i).
Pemerintah dalam menetapkan kebijakan, terutama yang terkait dengan ajaran agama juga mendasarkan pada fatwa MUI. Ia mencontohkan, misalnya kebijakan pemerintah terkait Ahmadiyah, Al-Qiyadah, Al-Islamiyah, dan Gafatar. "Semua itu diputuskan berdasarkan fatwa MUI," ujarnya.
Selain itu, dijelaskan dia, juga tentang pengaturan operasional lembaga keuangan syariah, pemerintah mendasarkannya pada fatwa MUI. Kementerian Agama sendiri sebelum menetapkan itsbat awal Ramadhan dan awal Idul Fitri hampir setiap tahun selalu meminta fatwa dan pandangan MUI terkait dengan hal itu. Ia menegaskan, masih banyak contoh lainnya.
Oleh karena itu, menurut Anwar, pernyataan Menteri Agama sangat tidak tepat dan tidak sesuai dengan kenyataan. Kalaupun ada literatur yang menjelaskan hal itu, sangat tidak tepat konteksnya untuk dikaitkan dengan fatwa MUI. Apa yang disampaikan oleh Menteri Agama tersebut tidak sesuai dengan muqtadhal hal.
"Seharusnya Menteri Agama berterima kasih kepada MUI yang sudah membantu meringankan tugasnya, bukan malah menihilkan fatwa MUI," jelasnya.