Jumat 23 Dec 2016 00:15 WIB
Dinazarkan sebagai Abdi Pelayan Baitullah

Keluarga Imran Terobsesi Memiliki Anak Lelaki

Jamaah haji melaksanakan thawaf di Baitullah, Makkah, Arab Saudi.
Foto: Antara/Prasetyo Utomo/ca
Jamaah haji melaksanakan thawaf di Baitullah, Makkah, Arab Saudi.

REPUBLIKA.CO.ID, Setiap keluarga mempunyai obsesi. Itu pula yang tersirat dari keluarga Imrah yang terobsesi memiliki anak lelaki untuk dinazarkan sebagai abdi pelayan Baitullah. Hanya saja, obsesi mulia ini bukan berarti penolakan terhadap bayi perempuan, tapi demi misi suci yang sulit diemban perempuan dan memungkinkan bagi lelaki.

Umumnya, seorang ibu menginginkan anak perempuan dengan derajat yang sama terhadap anak lelaki, tapi istri Imran berbeda. Dia menginginkan anak lelaki demi obeses ini. Karena obesesi itu mulia, ia pun didukung semua anggota keluarga. Obesesi ini mencerminkan hari sang istri yang dipenuhi nilai-nilai keimanan.

Ya, istri Imran siap melepas buah hatinya untuk sebuah pengabdian suci terhadap Tuhannya, bebas dari belenggu kemusyrikan dan segala bentuk penghambaan selain dari Allah SWT. Ketauhidan sang istri adalah teladan terbaik bagi orang-orang yang ingin melepas diri dari kehambaan semu selain dari Allah, diri, kehidupan, nilai, dan sistem kemasyrakatan yang mengikat.

Karena itu, dengan khusyuk istri Imran bermunajat suci, "Wahai Tuhanku, aku menazarkan apa yang ada di perutku untuk menjadi abdi-Mu, mengurusi tempat peribadahan, beribadah semata, melepaskan diri dari segala bentuk pengabdian semua selain dari-Mu. Kabulkanlah nian hamba-Mu ini! Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."

Namun, tidak semua obsesi itu tercapai. Dan itu bukanlah kegagalan yang harus disesali. Akan tetapi, kadang yang tidak diinginkan justru lebih baik daripada apa yang diminta dari kacamata tadbir Allah yang bijak. Meskipun demikian, istri Imran itu pun bersedih. Dia menumpahkan kesedihannya itu dalam munajat suci, "Wahai Tuhanku, yang aku lahirkan seorang perempuan, bukan lelaki."

Hanya seja, dia menyakini bahwa Allah lebih mengetahui perasaannya atas obsesi yang tidak terwujud. Dia tahu bahwa lelaki bukanlah perempuan di sisi Allah. Namun, dia seperti ingin menyampaikan perasaan sedih dan penyesalannya atas nazar yang tidak terkabulkan, "Aku menginginkan anak lelaki untuk menjalankan misi itu. Namun, apa daya, tangan tidak sampai."

"Jangan kira anak lelaku yang kamu dambakan menyamai derajat anak perempuan ini. Anakmu ini mempunyai ahwal agung di kemudian hari. Aku akan menganugerahinya lebih dari sekedar mengurus Baitul Maqdis. Dia akan menjadi penopang akidah ketauhidan yang melahirkan seorang nabi penyelamat bagi Bani Israil yang dibutakan materi-materi dunia. Mana yang lebih baik dan lebih luas manfaatnya? Sekedar pelayan rumah ibadah yang mempunyai keterbatasan atau jadi ibu seorang nabi yang berusaha menegakkan syariat Allah yang tidak dibatasi ruang dan waktu hingga hari kiamat?," tegus Allah.

Karena istri Imran seorang abdi, ia pun menyerakan pejagaan anaknya kepada Allah dengan penuh tawakal. "Akumeminta perlindungan-Mu untuk dirinya sendiri dan keturunannya dari godaan syaitan yang terkutuk."

Karena keikhlasan dan berserah diri ini, munanjatnya diterima Allah WT dengan baik. Dan anaknya, Maryam, dibawah naungan pemeliharaan Allah Yang Mahabijaksana sebagai awal sebuah peristiwa besar yang menggemparkan bumi Bani Israil.

Peristiwa lahirnya Isa as tanpa seorang bapak adalah keanehan yang menunjukkan kekuasaan dan kebesaran Allah SWT. Namun, ini pun luput dari Bani Israil yang mengingkari dan memusuhinya.

Nabi Zakariya as adalah seorang abdi yang mengepalai tempat peribadahan Yahudi. Dia merupakan keturunan Nabi Harun as yang mewarisi pelayan rumah ibadah Allah. Dengan tadbir Allah yang bijak, ia pun terpilih menjadi penanggung jawab pendidikan Maryam. Maryam tumbuh menjadi gadis salehah yang abid, berbudi pekerti luhur, tidak meninggalkan tempat ibadah kecuali ada uzur yang mendesak.

Namun, keanehan besar berlaku. Nabi Zakariya as yang sering mendatangi mihrabnya untuk menanyakan hajat sehari-hari,  menemukan kucuran rezeki yang melimpah, entah dari mana. "Wahai Maryam, bagaimana mungkin ini terjadi? Semua ini dari mana?" tanyanya keheranan.

Dengan rendah hati Maryam berkata, "Semua ini dari Allah.Sesungguhnya Allah melimpahkan rezeki yang tidak terkira kepada siapa saja yang diinginkan."

Nabi Zakariya as yang diselimuti aura ruhiyah yang luar biasa, terdorong untuk memanjatkan munajat suci, meminta seorang pewaris yang akan melanjutkan perjuangannya dalam memenangkan agama Allah di muka bumi. "Ya Allah, anugerahilah aku keturunan yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar doa."

Nabi Zakariya as memang telah lanjut usia dan belum dikarunian seorang anak. Namun, keinginan untuk memiliki pewaris tangguh tidak pernah padam dalam hari demi mengikuti sunnah penciptaan yang menghendaki garis keturunan yang menghidupkan perjuangan.

Ketika sedang menghadapkan wajah kehambaan di mihrab, menikmati keakraban dan kedekatan dengan Sang Pencipta, para malaikan memanggilnya, "Sesungguhnya Allah memberi tahun Anda kabar gembira tentang kedatangan (seorang puteramu) Yahya, yang membenarkan kalimat-kalimat Allah, panutan, menahan diri dari hawa nafsu, dan seorang nabi keturunan orang-orang salah."

Doa ikhlas dari hati, tulus terjawab. Jawaban Allah SWT, tidak mengenal umur ataupun kebiasaan manusia. Kehendak Ilahi di luar perhitungan matematis. Meskipun demikian, Nabi Zakariya as meragukan kemampuannya dan istri, dan bukan meragukan kehendak Allah SWT yang mutlak. "Wahai Tuhanku, bagaimana mungkin aku mempunyai anak lelaki, sementara aku telah lanjut usia dan istriku pun seorang yang mandul," tanya Nabi Zakariya as ingin mengusir desir keraguan.

"Wahai Zakariya, seperti itulah adanya. Allah berbuat apa saja yang dikehendaki-Nya," jawal Alquran.

Setelah meyakini kebenaran berita gembira malaikat ini, dia pun meminta tanda kebenaran tersebut. "Wahai Tuhanku, berilah atu suatu danda (bahwa istriku telah mengandung)."

Allah SWT menenangkan dirinya dari perkara luar biasa ini dengan kebesaran Ilahi sebagai tanda yang berwujud. Lidahnya kaki jika ingin bekomunikasi dengan sesama, tetapi fasih terbuka jika ingin bermunanjat dengan Tuhannya dalam tasbih, tahmid, dan takbir.

"Tanda bagimu adalh kamu tidak dapat berkata-kata dengan manusia selama tiga hari, kecuali dengan isyarat. Dan sebutlah (nama) Tuhanmu sebanyak-banyaknya serta bertasbihlah pada waktu petang dan pagi hari," titah Alquran yang menghadiahkannya Nabi Zakaria as dan semua entitas kehidupan tanda kebesaran Allah.

Firman Allah itu menutup lembaran penyesalan istri Imran atau obsesi yagn tidka terwujud secara fisik, tetapi pada dasarnya telah terwujud dengan kedatangan Maryam sebagai ibu seorang nabi penyelamat Bani Israil di kemudian hari dan keajaiban supranatural lain yang terjadi pada diri Nabi Zakariya as dan istrinya.

Kisah yang di Muhammad Widus Sempo 'Andai Aku Hidup Sekali Lagi' yang diterbitkan Mizania ini, ingin mengajak para pemerhati obesesi keluarga Imran yang dikisahkan kelompok ayat tersebut untuk menyuarakan ikhtiar bahwa dengan nazar suci, sang istri bukan perempuan biasa. Namun, dia adalah wanita salehah yang membebani dirinya lebih dari apa yang diwajibkan demi meraih ridha Allah SWT. Dan tidak semua yang dianggap baik oleh manusia, baik di mata Allah. Kadang yang datang bukan yang diinginkan, tetap justru lebih baik darinya. Di sini, tampak dengan jelas kebesaran dan kekuasaan Allah yang tidak terhingga.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement