Kamis 22 Dec 2016 21:19 WIB

Kowani Minta Pemerintah Turun Tangan Lindungi Perempuan

Ketua Umum Kowani Giwo Rubianto Wiyogo (tengah)
Ketua Umum Kowani Giwo Rubianto Wiyogo (tengah)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tepat pada 22 Desember, sebagian besar masyarakat Indonesia memperingati sebagai hari ibu. Peringatan Hari Ibu mulai dilakukan setelah Presiden Sukarno menerbitkan Kepres Nomor 316 tahun 1959 yang menetapkan 22 Desember sebagai Hari Ibu.

Memperingati hari Ibu, Ketua Umum Kongres Wanita Indonesia Giwo Rubianto Wiyogo menyatakan pada tanggal 22 Desember tepatnya di 1928 para pejuang wanita Indonesia dari Jawa dan Sumatera pada saat itu berkumpul untuk mengadakan Kongres Perempuan Indonesia I (yang pertama). Hal ini dipandang sebagai tonggak berdirinya organisasi para pejuang wanita pertama Indonesia

Hanya saja meski sudah dirayakan tiap tahunnya, ada begitu banyak tantangan yang masih harus dihadapi perempuan Indonesia. Kekerasan berbasis gender, kekerasan dalam rumah tangga, trafiking, prostitusi, HIV/AIDS,   masih menjadi masalah   serius bagi kaum perempuan. "Perempuan seringkali menjadi obyek dan dilemahkan," ucap dia berdasarkan rilis yang diterima Republika, Kamis (22/12).

Menurut Catatan Tahunan 2016 Komnas Perempuan, dari kasus kekerasan terhadap perempuan,   kekerasan   seksual berada di peringkat kedua dengan jumlah kasus mencapai 2.399 kasus, pencabulan mencapai 601 kasus  dan  sementara pelecehan seksual mencapai 166 kasus.

Atas dasar itu menurut dia perlu upaya gerakan perlindungan perempuan dari beragam bentuk pelanggaran termasuk kekerasan dan kejahatan seksual melalui berbagai pendekatan. Pendekatan itu antara lain budaya, pendekatan agama, sosial, ekonomi bahkan politik.

Ia pun mengatakan Kowani pun merekomendasikan beberapa hal. Pertama menurut dia, pemerintah dan pemerintah daerah perlu menfasilitasi dan memberikan akses seluas-luasnya untuk kaum perempuan dalam peningkatan kualitas perempuan di bidang pendidikan, ekonomi, kesehatan, sosial-politik. Hal ini sebagai pilar dasar untuk kemajuan Indonesia yang ramah perempuan dan anak.

Demikian juga, ungkap dia, legislatif perlu mengambil peran memaksimalkan perlindungan perempuan termasuk maraknya kasus kejahatan seksual terhadap perempuan yang hingga kini masih menjadi masalah serius.

Selain itu, Kementerian Agama RI penting melakukan serangkaian upaya melibatkan tokoh agama untuk mencegah maraknya KDRT. "praktik perkawinan siri yang dewasa ini polanya semakin beragam dan sebagian praktik nikah siri yang terjadi justru sebagai pintu masuk legalisasi portitusi," ujarnya.

Kementerian lainnya seperti Kementerian Koperasi dan UKM RI penting mengembangkan program ekonomi berbasis keluarga terutama diprioritaskan bagi kelompok rentan menjadi pelaku atau korban nikah siri. Sementara Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi perlu mendorong perguruan tinggi mengembangkan program pengabdian masyarakat dengan sasaran kelompok masyarakat yang rentan melakukan nikah siri.

Selain itu, pemerintah daerah perlu melakukan langkah segera menginisiasi kebijakan pemberdayaan keluarga agar menghasilkan bibit generasi unggul dan visioner di masa yang akan datang dan mendorong terwujudnya pembangunan Desa/Kelurahan yang Ramah Perempuan dan ramah anak.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement