REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Banjir bandang yang melanda Kota Bima menyebabkan aktivitas Kota Bima lumpuh total. Korban banjir yang mengungis mulai mengalami kelaparan dan kehausan lantaran akses logistik bantuan terputus.
Salah seorang warga Kota Bima, Ibrahim, melaporkan orang tua dan anak-anak yang sejak siang mengungsi ke Masjid Raya Al-Muwahiddin Bima mulai kelaparan. "Kita dari rumah tidak membawa apa-apa," kata Ibrahim saat dihubungi Republika Online, Jumat (23/12).
Menurut Ibrahim, pengungsi di Masjid Raya Bima yang terkepung banjir membutuhkan bantuan dan logistik, terutama nasi bungkus dan air minum. "Tolong Basarnas, BNPB, BPBD kirim makanan ke sini," ujar Ibrahim.
Ibrahim menyayangkan, hingga hari mulai gelap belum ada bantuan dan pertolongan ke lokasi pengungsian. "Di lokasi tidak ada petugas dari Basarnas, BNPB, dan BPBD," ungkapnya.
Adanya peningkatan pertumbuhan awan yang meluas di seluruh wilayah di Kota Bima, Kabupaten Bima dan Kabupaten Dompu telah menyebabkan hujan dengan intensitas sedang hingga lebat pada Jumat (23/12) pukul 11.30 Wita. Kondisi ini menyebabkan debit sungai Paruga naik kembali dan sebagian banjir telah menggenangi permukiman.
Daerah yang terlanda banjir kembali adalah di Jatiwangi, Rabasalo, Paruga, Tanjung dan Dara.
Jembatan Padolo miring di bagian ujung sehingga jalan ditutup. Daerah di Pena To’i terendam banjir dan masyarakat melakukan evakuasi kembali. Di lweirato juga terendam banjir. "Masyarakat mengungsi ke sejumlah tempat, seperti Masjid Baitul Hamid dan Masjid Agung Kota Bima," kata Kepala Pusat data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, dalam siaran persnya, Jumat (23/12).
Kebutuhan mendesak saat ini adalah makanan siap saji, pakaian, selimut, air bersih, air mineral, tenda, matras, pelayanan medis dan obat-obatan, peralatan kebersihan seperti sapu, kain pel, sekop dan lainnya untuk membersihkan lumpur.