Sabtu 24 Dec 2016 16:10 WIB

Tiga Alasan Orang Islam Wajib Kaya

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Dwi Murdaningsih
Pimpinan Majelis Ta'lim Wirausaha (MTW) Ust. Valentino Dinsi menjadi nara sumber dalam seminar berjudul “Menjadi Muslim Visioner
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Pimpinan Majelis Ta'lim Wirausaha (MTW) Ust. Valentino Dinsi menjadi nara sumber dalam seminar berjudul “Menjadi Muslim Visioner

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pendiri Majelis Taklim Wirausaha (MWT) Ustaz Valentino Dinsi memaparkan sejumlah alasan mengapa Islam mewajibkan umatnya untuk tidak miskin. Hal itu disampaikannya saat mengisi materi di Milad Akbar Masjid Agung At-Tin, Sabtu (24/12).

Pertama, terkait dengan Rukun Islam. Dari lima ketentuan di dalamnya, hanya dua yang tidak memerlukan dukungan finansial, yakni mengucapkan dua kalimat syahadat dan shalat lima waktu.

“Rukunnya ada lima. Cuma dua yang enggak butuh duit. Puasa butuh enggak? Butuh. Zakat? Haji? Apalagi. Jadi sejak awal, agama kita ini bicara tentang muamalah. Dua per tiga Alquran tentang muamalah,” kata dia.

Kedua, lanjut dia, Nabi SAW juga pernah bersabda bahwa “Tangan di atas lebih mulia daripada tangan di bawah.” Islam, kata Ustaz Valentino, bukan agama yang anti-uang.

Ketiga, periodisasi hidup Rasulullah SAW sendiri. Dia memaparkan, Nabi Muhammad SAW sejak bayi hingga 12 tahun hidup sebagai kanak-kanak. Kemudian, pada usia 12 tahun Nabi SAW ikut pamannya berniaga ke Suriah. Bakat dagang beliau SAW mulai dipupuk sejak dini.

Maka pada usia 17 tahun, Rasulullah SAW mendirikan perusahaan sendiri dalam bidang distribusi. Salah satu pelanggan beliau SAW adalah Khadijah, yang kelak melamarnya dan menjadi istri pertama Nabi SAW.

Ustaz Valentino menuturkan, mas kawin Nabi SAW adalah 20 ekor unta merah, yang merupakan jenis unta terbaik. Ia berseloroh, bila situasinya kini, maka Nabi SAW melamar Khadijah dengan 20 unit mobil mewah.

Menginjak usia 37 tahun, Nabi SAW menjadi saudagar yang kaya raya. Dalam masa itu, beliau SAW melakukan uzlah karena hatinya gelisah melihat kondisi jahiliyah lingkungannya.

Pada usia 40 tahun, beliau SAW menerima wahyu pertama dari Allah. Sejak saat itu, ia berjuang menyampaikan risalah Islam. Akhirnya, Nabi Muhammad SAW wafat dalam usia 63 tahun. Karena itu, jelas Ustaz Valentino, Nabi SAW hidup lebih lama sebagai pedagang daripada sebagai utusan Allah.

Umar bin Khattab, misalnya, terkenal sebagai sosok yang keras, tegas, namun begitu penyayang terhadap kaum papa. Ketika Umar berkuasa, Kerajaan Parsi dan Kerajaan Romawi Barat takluk di hadapan pasukan Islam. Namun, pola hidup Umar bin Khattab begitu sederhana. Beliau tidur hanya beralaskan pelepah kurma.

Ketika beliau wafat, menurut catatan sejarah, kata Ustaz Valentino, Umar meninggal dunia sebagai orang kaya raya. Rupanya, Umar memang memilih pola hidup prihatin tetapi tidak berarti miskin.

“Kekayaan Umar bin Khattab radhiya Allahu anhu pada saat meninggal sebesar Rp 11,2 triliun. (Data) itu dari Kitab al-Fiqh al-Iqtishadi Li Umar Ibn al-Khaththab, halaman 44 dan halaman 99. Itu saya hitung dengan nilai konversi 1 dinar sama dengan Rp 2,5 juta.”

Selain Umar, lanjut dia, ada Utsman bin Affan, Amr bin Ash, Zubair bin Awam, dan Abdurrahman bin Auf. Kelimanya merupakan sahabat Nabi SAW yang dijamin masuk surga.

Alquran sendiri melarang orang Islam untuk meninggalkan anak cucunya dalam keadaan miskin. Hal ini merujuk pada Surah an-Nisa ayat 9. Ustaz Valentino menjelaskan konteks turunnya ayat ini. Ada seorang sahabat Nabi SAW yang mau memberikan 100 persen dari total hartanya kepada Islam kelak ketika ia wafat. Namun, Nabi SAW melarang rencana itu.

Kemudian, orang itu mengubahnya menjadi 50 persen. Nabi SAW masih melarangnya. Akhirnya, sahabat tersebut menentukan sepertiga dari total hartanya untuk disedekahkan kepada Islam, barulah Nabi SAW menyetujuinya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement