Sabtu 24 Dec 2016 16:58 WIB

Negara Seharusnya Imbau Masyarakat Hormati Fatwa MUI

Rep: Ahmad Baraas/ Red: Ilham
Ilustrasi  Yusril Ihza Mahendra. (Republika /Mardiah)
Foto: Republika/Mardiah
Ilustrasi Yusril Ihza Mahendra. (Republika /Mardiah)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hukum Islam adalah the living law atau hukum yang hidup dalam masyarakat. Karenanya setiap orang, termasuk negara harus menghormati hukum yang bersumber dari agama Islam, seperti hukum-hukum yang difatwakan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI).

"Akan sangat bijak jika negara mengimbau setiap orang menghormati fatwa MUI soal mengenakan atribut Natal. Pemerintah juga perlu mengajak pengusaha non-Muslim menghormati fatwa MUI itu," kata Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra. Hal itu dikemukakan Yusril dalam keterangan tertulisnya kepada Republika.co.id, Sabtu (24/12).

Yusril mengatakan, fatwa MUI terkait larangan orang Islam menggunakan atribut agama lain adalah hal yang wajar. Hal itu sesuai dengan fungsi MUI, yang antara lain berkewajiban untuk mengeluarkan fatwa agar adanya kepastian hukum dilihat dari sudut hukum Islam sebagai the living law.

"Saya berpendapat bahwa fatwa MUI itu adalah sewajarnya, patut dihormati oleh semua pihak dan tidak perlu pula ditafsirkan secara berlebihan sehingga menimbulkan ketidakenakan pula kepada pihak-pihak di luar umat Islam," katanya.

Menurut Ketua Umum DPP Partai Bulan Bintang (PBB) itu, hukum Islam bukan ius constitutum dan bukan pula ius constituendum, sehingga tidak diformulasikan oleh negara. Sebaliknya, sebagai the living law, hukum Islam hidup dalam alam pikiran dan kesadaran hukum masyarakat.

Hukum Islam berpengaruh dalam kehidupan masyarakat dan kadang-kadang daya pengaruhnya bahkan mengalahkan hukum positif yang diformulasikan oleh negara. Hukum yang hidup itu bersifat dinamis sejalan dengan perkembangan masyarakat, antara lain hidup melalui fatwa yang dikeluarkan oleh mufti atau institusi lain yang dianggap mempunyai otoritas dalam masyarakat.

"Fatwa umumnya dikeluarkan untuk menjawab kebutuhan hukum masyarakat dilihat dari sudut hukum Islam, supaya ada kepastian hukum," kata Yusril.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement