REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak 35,90 persen anak di Indonesia tidak bersekolah, belum pernah sekolah, atau tidak bersekolah lagi karena alasan ketidaksanggupan orang tua untuk membiayai. Angka itu mencakup anak berusia tujuh hingga 17 tahun yang tinggal di perkotaan dan perdesaan. "Dari beberapa alasan yang disampaikan, tidak ada biaya menjadi penyebab paling dominan," ujar Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Yembise saat dihubungi dari Jakarta, Sabtu.
Yohana mengatakan pendidikan yang diupayakan pemerintah sebagai usaha untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dalam dilihat dari Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun. Program itu mengamanatkan anak-anak Indonesia sekolah minimal hingga sembilan tahun atau lulus Sekolah Menengah Pertama (SMP). "Program tersebut dirasakan belum optimal jika melihat masih banyak anak yang putus sekolah."
Yohana memandang kebijakan tersebut juga harus ditunjang dengan kebijakan lain untuk menuntaskan berbagai faktor penyebab putus sekolah yang lainnya. Apalagi, faktor ekonomi bukanlah penyebab satu-satunya anak mengalami putus sekolah. "Faktor psikologis, geografis, dan lingkungan sosial juga mengakibatkan anak mengalami putus sekolah."
Data Kementerian PPPA mencatat, selain faktor tidak ada biaya terdapat tujuh alasan lain yang mengakibatkan anak mengalami putus sekolah. Pertama, bekerja/mencari nafkah sebesar 15,06 persen. Kedua, menikah/mengurus rumah tangga 7,52 persen.
Ketiga, merasa pendidikan cukup sebesar 4,90 persen. Keempat, malu karena ekonomi sebesar 2,11 persen. Kelima, sekolah jauh 3,10 persen. Keenam, cacat/difabilitas 4,56 persen. Dan ketujuh, karena faktor lainnya sebesar 26,84 persen.