Senin 26 Dec 2016 13:45 WIB

Pengusaha Minta Pemerintah Kaji Impor Gula dan Cukai Plastik

Rep: Debbie Sutrisno/ Red: Nur Aini
Ilustrasi pertumbuhan industri makanan dan minuman di Tanah Air.
Foto: Republika/ Wihdan
Ilustrasi pertumbuhan industri makanan dan minuman di Tanah Air.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pengusaha di sektor industri makanan dan minuman meminta pemerintah mempertimbangkan kebijakan impor gula rafinasi dan cukai plastik. Hal ini karena kedua kebijakan tersebut dinilai cukup signifikan memengaruhi industri makanan dan minuman.

Wakil Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi) Rachmat Hidayat menuturkan, memang industri mamin sejaih ini masih mendominasi sebagi penyumbang pertumbuhan ekonomi di luar sektor migas. Bahkan sektor ini juga mampu menyerap banyak tenaga kerja.

"Kalau untuk 2017 secara umum kita tetap akan tumbuh relatif lebih baik dari pertumbuhan ekonomi nasional. Kita prediksi akan ada diangka sembilan persen pertumbuhannya," kata Rachmat kepada Republika, Senin (26/12).

Rachmat menjelaskan, selama 2016 hingga kuartal ketiga industi Mamin mampu tumbuh mencapai delapan persen. Angka ini masih bisa meningkat karena pada kuartal di akhir tahun biasanya permintaan makanan dan minuman semakin tinggi. Ini juga disebabkan adanya perayaan hari raya Natal dan Tahun Baru.

Meski demikian, Rachmat sangat berharap keinginan pemerintah dalam menjaga pertumbuhan ini tidak diciderai dengan sejumlah kebijakan yang dapat menghalangi kehendak tersebut. Beberapa hal yang dianggap akan menahan laju pertumbuhan tersebut adalah impor bahan baku penolong seperti gula rafinasi dan garam. Selain itu persoalan cukai plastik yang terus dibahas di Kementerian Keuangan juga menjadi hal yang harus diteliti kembali kebijakannya.

Menurut Rachmat, gula rafinasi menjadi bahan pokok utama dalam industri mamin. Minimnya produksi dalam negeri mengharuskan pelaku industri mamin harus mengimpor‎ komoditas ini.  Namun, gula rafinasi yang masuk dalam tata niaga pemerintah membuat impor gula kerap dibatasi. Padahal dengan minimnya gula rafinasi yang dipasok ke industri mamin justru membuat sektor ini kewalahan dalam memenuhi kebutuhan dalam dan luar negeri.

Rachmat juga berharap agar impor garam juga bisa disesuaikan dengan kebutuhan industri dalam negeri. Impor garam untuk pelaku industri Mamin diharap bisa membantu peningkatan produksi yang berdampak pada pertumbuhan industri sektor ini. "Bahan baku ini memang persoalan klasik. Bahan baku memang kita belum bisa mencukupi. Jadi saya harap ini tidak menghambat," paparnya.

Sementara‎ untuk cukai plastik, Rachmat mengatakan secara tidak langsung adanya peraturan ini akan menambah biaya indusri yang menggunakan plastik seperti makanan dan minuman. Secara otomatis, ketika peraturan ini diberlakukan maka industri Mamin akan terkena dampaknya.

Sebelumnya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) akan berupaya menjaga laju pertumbuhan industri Mamin sebagai industri penopang perekonomian. Dengan perekonomian dalam dan luar negeri yang belum stabil, sektor ini diharap mampu menjaga kestabilan perekonomian.

"‎Subsektor industri yang diperkirakan akan tumbuh paling tinggi dan menjadi motor pertumbuhan industri pengolahan non-migas masih disumbang oleh industri makanan dan minuman (Mamin)," ujar Airlangga.

Dari data Kemenperin‎, terdapat empat subsektor industri yang memberikan kontribusi paling besar terhadap pertumbuhan industri non migas, yaitu industri makanan dan minuman sebesar 33,61 persen, industri barang logam, komputer, barang elektronik, optik, dan peralatan listrik sebesar 10,68 persen, industri alat angkutan sebesar 10,35 persen, serta industri kimia, farmasi dan obat tradisional sebesar 10,05 persen.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement