REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyaluran zakat oleh BAZIS DKI Jakarta masih di bawah ekspektasi. Salah satu persoalannya adalah pencatatan data yang kurang baik.
Direktur Pusat Kajian Strategis (Puskas) Baznas Irfan Syauqi Beik mengatakan, di antara Baznas provinsi di Indonesia, dari data Sistem Manajemen Informasi BAZNAS (SiMBA), maka penghimpunan zakat Bazis Provinsi DKI Jakarta pada 2015 sebesar Rp 192,06 miliar dan per Agustus 2016 sebesar Rp 130,98 miliar. Namun demikian, ada masalah pada rendahnya penyaluran.
"Penyaluran pada 2015 sebesar Rp 12,79 miliar dan per Agustus 2016 sebesar Rp 33,11 miliar," ujar Irfan, belum lama ini.
Rasio alokasi terhadap penghimpunan per Agustus 2016 sebesar 25,28 persen atau di bawah ekspektasi atau berada di kategori kedua terendah sebelum tidak efektif. Sebagai Baznas daerah terbesar, Bazis DKI Jakarta harusnya bisa lebih baik dan jadi contoh.
"Banyak yang disalurkan, tapi pendataannya kurang baik. Ini data dari laporan yang masuk ke Baznas. Harusnya tidak demikian," ungkap Irfan dalam Jakarta Economic Outlook 2017 di Sofyan Hotel Betawi.
Sedangkan jumlah muzakki terdata pada 2015, sebanyak 13.531 orang dan per Agustus 2016 sebanyak 11.558 orang. Mustahik terdata pada 2015 sebanyak 1.611 orang dan per Agustus 2016 sebanyak 286 orang.
Untuk itu, Irfan mengusulkan, dari sisi kelembagaan, Bazis DKI Jakarta harus punya kesesuaian regulasi penerapan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat. "Sebab Baznas melihat Bazis DKI Jakarta cenderung menghindari penerapan UU 23/2011," kata Irfan.
Kedua, basis muzakki harus diperluas. Kewajiban membayar zakat bagi PNS sudah bagus. Namun, basis muzakki perlu digarap lebih luas di luar PNS. Potensi zakat di Jakarta saja mencapai Rp 4 triliun dari individu-individu saja, belum dari korporasi. "Hal ini butuh edukasi berkelanjutan," katanya.
Program penyaluran juga perlu didorong agar mustahik bisa transformasi menjadi muzakki. Fokusnya, pada dampak yang dihasilkan. Biar bagaimanapun, formulasi program zakat harus membuat mustahik bisa tahan atas perubahan ekonomi dalam jangka panjang. Jakarta harusnya jadi contoh pengelolaan zakat nasional, baik dari sisi manajemen maupun penyaluran.
Pun soal wakaf. Irfan mengatakan, penguatan Badan Wakaf Indonesia (BWI) DKI dari sisi kelembagaan, SDM, dan sistem pengelolaan wakaf secara keseluruhan harus dikuatkan. Karena, selama ini, peran BWI DKI Jakarta belum berperan optimal. Kesenjangan ada salah satunya karena kepemilikian aset yang tidak merata.
Sementara aset yang sudah ada, misalnya masjid, harusnya bisa dibuat produktif. Banyak masjid yang berada di lokasi strategis. Bisa dibangun toko di luar bangunan utama masjid. "Sehingga, masjid tidak hanya tempat ibadah, tapi juga perputaran ekonomi dan itu tidak mustahil," ujar Irfan.
Perlu ada penyusunan proyek percontohan pemanfaatan aset wakaf. Masjid yang produktif ekonominya tidak akan mengantungkan operasional pada infak jamaah. Lagi-lagi, ini agar kesenjangan bisa dikurangi. Kampanye gerakan wakaf tunai juga perlu digencarkan. "Yang juga penting adalah dukungan regulasi," ucap dia.