Selasa 27 Dec 2016 13:40 WIB

Intervensi Daging Kerbau Belum Bisa Turunkan Harga Daging

Rep: Debbie Sutrisno/ Red: Andi Nur Aminah
Daging Kerbau
Daging Kerbau

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keberadaan daging sapi beku yang jumlahnya terus ditingkatkan dan adanya daging kerbau beku diharapkan bisa menekan harga daging sapi segar di pasaran. Banyaknya variasi daging diharapkan mampu menekan kebutuhan konsumen mengonsumsi daging sapi untuk segera beralih ke daging yang lain.

Namun, kenyataan di lapangan berbeda. Keberadaan dua jenis daging beku ini tidak memberikan dampak signifikan. Harga daging sapi segar masih melambung di angka Rp 120 ribu per kilogram (kg). "‎Masyarakat yang mengonsumsi daging kerbau mungkin ada, tapi jumlah sedikit sekali. Daging kerbau ini malah lebih banyak terserap oleh industri," ujar Ketua Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) Abdullah Mansuri, Selasa (27/12).

Abdullah menyampaikan, keinginan pemerintah untuk menekan harga daging sapi di bawah Rp 100 ribu per kg akan sulit. Sebab mekanisme pasar telah membuat harga tersebut berada di atas keinginan pemerintah.

Intervensi dengan cara menambah jumlah daging beku juga belum bisa mempengaruhi mekanisme tersebut. Daging beku hanya menjadi alternatif masyarakat‎ dalam memenuhi hasrat konsumsi daging sapi, tetapi tidak akan berdampak pada penurunan harga daging sapi segar.

Abdullah menuturkan, pedagang di pasar tidak akan bisa bermain dengan harga. Mereka tidak mau membuat daging sapi memiliki harga tinggi. Justru para pedagang lebih senang harga murah, karena jumlah masyarakat yang membeli bisa semakin banyak. Ketika harga dipatok tinggi, bukannya untung, jualan pedagang justru bisa tak laku.

Pendistribusian daging sapi hingga ke ‎pedaganga eceran melalui berbagai tahap. Mulai dari perusahaan feedloter, penggemukan, rumah potong hewan (RPH), dan baru sampai ke pedaganga. Walaupun tak jarang ada alur lain yang membuat jalur distribusi lebih panjang.

Ketika harga daging potong di RPH sudah tinggi, maka pedagang eceran yang mengambil juga akan mematok harga tinggi. Artinya, bukan pedagang yang membuat harga dahing tinggi untuk mencari untung, tetapi karena harga dari sumbernya yakni RPH memang sudah tinggi.

"‎Nerima RPH-nya saja sudah tinggi. Jadi pasti di eceran juga naiklah harganya," ujar Abdullah.

Untuk mengakali untung yang minim dari penjualan daging sapi, para pedagang biasanya mencari untung dari berjualan bagian sapi lainnya.  Seperti jeroan, kulit, kepala, kaki atau bagian sapi lain. Dari penjualan inilah pedagang bisa menutup ongkos dan mendapat penghasilan yang mencukupi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement