Selasa 27 Dec 2016 14:06 WIB

Listrik di Indonesia Mahal? Ini Penyebabnya

Presiden Joko Widodo
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Presiden Joko Widodo

REPUBLIKA.CO.ID, MINAHASA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) membeberkan alasan terkait penyebab harga listrik yang lebih mahal di Indonesia dibandingkan di negara-negara lain. "Kenapa harga kita mahal, karena terlalu banyak beban-beban biaya yang sebenarnya tidak perlu," kata Presiden Jokowi di Tompaso, Minahasa, Sulawesi Utara, Selasa (27/12).

Pada kesempatan itu Presiden Jokowi meresmikan proyek PLTP Lahendong Unit 5 dan 6 serta PLTP Ulubelu Unit 3 yang berlokasi di Lampung di acara peresmian yang digelar di Tompaso, Minahasa. Menurut dia, harga-harga yang mahal juga disebabkan karena terlalu banyak broker atau makelar dalam suatu proyek. "Terlalu banyak orang di tengah, terlalu banyak yang brokeri, terlalu banyak yang makelari," ungkapnya.

Presiden mengatakan di banyak negara lain, harga listrik lebih murah dan lebih efisien. "Kenapa mereka bisa, kita enggak bisa. Pasti ada sesuatu," ucapnya, menegaskan.

Di satu sisi, Presiden prihatin di banyak kabupaten/kota di Indonesia yang masih byar pet. Padahal, listrik menyangkut daya saing selain untuk memenuhi kebutuhan masyarakat juga kebutuhan industri sehingga idealnya harga listrik di Indonesia tidak lebih mahal dari negara lain.

"Saya berikan contoh, misalnya, PLTA di Serawak harganya hanya 2 sen, cek nanti benar enggak, di kita 7 sen. Tenaga surya di Uni Emirat Arab di sana harganya 2,9 sen di kita 14 sen. Padahal, air kita melimpah, sungai kita melimpah," ujarnya.

Ia mencontohkan jika sungai-sungai besar seperti Mahakam, Musi, atau Bengawan Solo dimanfaatkan untuk PLTA dan harganya bisa dibuat berkisar 2 sen maka di situlah daya saing Indonesia melonjak naik. "Masak antar-BUMN ada yang di tengah, masak dari swasta ke PLN ada yang di tengah. Untuk apa? Sudah sekarang kita blak-blakan saja, negara kita perlu efisiensi di semua lini, kalau tidak kita akan digilas oleh kompetisi, oleh persaingan antarnegara," katanya.

Presiden mendukung kerja sama bisnis tapi hendaknya tetap menjunjung tinggi profesionalisme dalam bersaing. "Tender yang baik yang harganya murah yang berkualitas yang dipilih bukan karena pertemanan. Sekarang musimnya bersaing, musimnya berkompetisi," tuturnya.

Jokwoi menyebutkan, untuk geotermal (panas bumi) saja, misalnya, Indonesia masih mempunyai peluang yang sangat tinggi atau baru dikerjakan lima persen atau baru sekitar 29 ribu MW. "Inilah saya kira peluang-peluang yang bisa kita kerjakan, baik peluang investasi, baik dikerjakan oleh BUMN yang paling penting harganya bisa bersaing, goal-nya ke sana semuanya," katanya.

Pada kesempatan itu Presiden kemudian meresmikan PLTP Lahendong Unit 5 dan 6 serta PLTP Ulubelu Lampung Unit 3 dengan menekan tombol sirine didampingi Menteri ESDM Ignasius Jonan, Menteri BUMN Rini Soemarno, Dirut Pertamina Dwi Soetjipto, dan Dirut PLN Sofyan Basir.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement