REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bursa Efek Indonesia (BEI), Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) dan Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) membentuk PT Pendanaan Efek Indonesia (PEI) yang akan mulai beroperasi pada tahun depan.
Direktur BEI, Tito Sulistio menjelaskan, perusahaan ini dibentuk sebagai perusahaan securities financing yang akan berperan dalam pembiayaan sekuritas terkait fasilitas margin trading.
"Perusahaan ini dibentuk agar jumlah transaksi investor di bursa meningkat dari saat ini yang hanya 180 ribu. Hari ini telah terbentuk," ujar Tito di Gedung Bursa Efek Indonesia, Selasa (27/12).
Tito menuturkan, selain pembentukan perusahaan ini, pihaknya juga tengah menunggu persetujuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait relaksasi transaksi margin. Sebelumnya BEI telah menetapkan aturan relaksasi transaksi margin untuk 45 saham. Dengan relaksasi yang baru, akan ditingkatkan menjadi 200 saham yang memiliki modal kerja bersih disesuaikan (MKBD) di atas Rp 250 miliar.
"Untuk mendukung itu semua kita mendirikan perusahaan financing ini dimana di awalnya semua perusahaan MKBD di atas 250 miliar akan kita berikan refinancing Rp 100 miliar per perusahaan. Dana ini bisa dipakai untuk mendanai margin dari lebih 200 perusahaan listed," kata dia.
Untuk tahap awal, modal disetor untuk PT Pendanaan Efek Indonesia sebesar Rp 250 miliar, sengan komposisi 34 persen dimiliki BEI, 33 persen dimiliki KSEI dan 33 persen KPEI. Kedepan, kata Tito, modal tersebut akan ditingkatkan menjadi Rp 1 triliun dengan menggandeng pihak ketiga dan penerbitan obligasi, sehingga pada tahap awal kemampuan pembiayaan PEI akan mencapai Rp 1,5 triliun.
Dengan pembentukan lembaga pembiayaan efek itu diharapkan terjadi peningkatan transaksi terutama pertumbuhan transaksi marjin hingga 25 persen. Menurutnya, saat ini telah ada 30 sekuritas yang mendaftar untuk mendapat pembiayaan dari perusahaan ini dari target minimum 40 perusahaan.