REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Mantan duta besar Korea Utara untuk Inggris, Thae Yong-Ho, mengatakan Pemimpin Korut Kim Jong Un berencana mendorong penyelesaian pengembangan senjata nuklir pada 2017.
Pemimpin Korea Utara (Korut) tersebut berencana memanfaatkan momentum transisi kepemimpinan di Amerika Serikat (AS) dan Korea Selatan (Korsel).
"Dengan kondisi Korsel mengadakan pemilihan presiden, sementara AS mengalami transisi pemerintahan, Korut melihat tahun dpan merupakan waktu yang tepat untuk
pengembangan nuklir," ujar Thae dalam konferensi pers sebagaimana dilansir dari AFP, Rabu (28/12).
Pertimbangan ini, lanjut dia, berdasarkan perhitungan bahwa kedua negara tidak akan mengambil tindakan militer. "Sebab, kedua negara masih terikat dengan kondisi politik dalam negeri," ujar Thae.
Menurutnya, Kim Jong Un telah mengeluarkan instruksi kepada pihak yang berkuasa dalam kongres partai pada Mei lalu. Instruksi menyebut fokus pembangunan senjata nuklir dilakukan pada 2017.
Sebelumnya, Korut telah melakukan uji coba nuklir pada 2016. Selain itu, Korut juga melakukan beberapa peluncuran peluru kendali untuk mendukung pengembangan nuklir.
Thae melanjutkan, Kim Jong Un tidak akan pernah berniat menukar senjata nuklir Korut dengan penawaran insentif keuangan dalam jumlah berapapun. "Tujuan utama pemimpin Korut adalah membuka dialog baru dengan AS agar posisi kekuatan nuklir dikonfirmasi," tambahnya.
Thae sendiri kini tinggal di Londong setelah melarikan diri melalui Korsel bersama keluarganya. Pemerintah Korut menuduhnya menggelapkan keuangan negara dan menjadi mata-mata untuk Korsel dengan imbalanm sejumlah uang.