REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perdagangan (Kemendag) akan membuka keran impor baru dari sejumlah negara di Amerika Latin seperti Meksiko dan Brasil. Kendati demikian, proses ini tidak bisa berjalan sekarang. Butuh waktu hingga perusahaan penggemukan (feedloter) di Indonesia dan pengekspor sapi dari negara asal memastikan ada keuntungan dari kerja sama tersebut.
Wakil Ketua Dewan Gabungan Pelaku Usaha Peternakan Sapi Potong Indonesia (Gapuspindo) Didiek Poerwanto mengatakan, pihaknya menyambut baik adanya negara selain Australia yang bisa dijadikan sumber sapi bakalan. Sebab Australia mulai menahan ekspor sapi sehingga harga sapi sedikit lebih mahal.
Tapi yang jadi masalah, jumlah sapi yang ada di negara tersebut belum terdata secara rinci. Jumlah sapi bakalan dan indukan yang siap dijual ke Indonesia belum jelas. Selain itu, persoalan jarak yang jauh juga harus dipikirkan bersama agar sapi yang didatangkan dari negara ini bisa tiba secara sehat ketika sampai di Indonesia.
"Kita masih perlu menyeleraskan, dan menghitung harga beli dari sana. Distribusi juga harus dihitung baik karena kita jual beli mahluk hidup, bukan daging sapi beku yang tinggal kirim saja," kata Didiek, Rabu (28/12).
Menurut Didiek, kerja sama dagang ini tidak bisa instan dilakukan. Pemerintah boleh menyebut ada negara lain yang bisa mendukung kebutuhan daging sapi segar, tetapi tetap harus menghitung biaya dan kemungkinan eror dari perdagangan tersebut.
Kalau harga yang didapatkan dari negara selain Australia masih sama dengan harga sekarang. Feedloter yang notabene adalah pengusaha jelas tidak akan mengambil pusing. Mereka akan memilih menggunakan jalur yang sudah dilakukan yakni impor dari Australia ketimbang dari negara lain.