REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Pengelolaaan lahan tidak sembarang dinilai dapat menghindari terjadinya bencana. Demikian diungkap, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir ketika menghadiri peresmian klinik pertama Muhammadiyah di Tasikmalaya, Rabu (28/12).
Ia menyebut bahwa bencana banjir yang terjadi di Kota Bandung, Kabupaten Garut dan Kota Bima cenderung terjadi akibat ulah manusia sendiri. Menurutnya, pengelolaan lahan di tiga lokasi tersebut terbilang kurang mempertimbangkan hajat hidup orang banyak.
"Pengelolaan dan izin pengelolaan alam kita ini sembarangan tentu harus ditinjau ulang, jangan hanya mikir soal kapital dan keuntungan tapi mikirin kemasyalahatan," katanya saat menghadiri peresmian klinik pertama Muhamamdiyah di Kota Tasikmalaya, Rabu (28/12).
Ia mengingatkan keuntungan yang didapat dari pengelolaan alam tak akan sepadan jika terjadi bencana alam. Sebab, bencana alam berpontensi besar merenggut nyawa manusia sekaligus terjadi kerusakan pada alam itu sendiri.
"Karena sekali bencana terjadi maka korbannya manusia dan alam, sehingga keuntungan yang kelihatan besar seketika itu justru lebih mahal harganya karena kerusakan alam dan nyawa," ujarnya.
Sebagai solusi, ia menawarkan bentuk pengawasan yang ketat terhadap pengelolaan alam. Sehingga pemberian izin pun tak akan sembarangan.
"Kita setuju pengelolaan alam untuk kemakmuran asal tidak sembarangan, dan jangan mudah beri izin serta kontrol terhadap pengelolaan alam harus ketat," tegasnya.
Sebelumnya, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi NTB Husnanidiaty Nurdin mengatakan luas lahan kritis terbesar di Provinsi NTB dengan kategori dari agak kritis sampai dengan sangat kritis ada di Kabupaten Bima yaitu seluas 161.256,53 Ha atau sekitar 27 persen dari luas lahan kritis di seluruh NTB.
Detailnya, total lahan kritis di NTB mencapai 578.645,97 Ha, dengan rincian tingkat sangat kritis sekitar 23.218,61 Ha, kritis seluas 154.358,31 Ha, dan agak kritis sekitar 401.069,05 Ha.