REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA—Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI), Damaskus, Suriah meminta kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk tidak mudah terprovokasi oleh berita yang tidak jelas sumbernya. Ketua PPI Suriah, Susilo Priyadi mengatakan kehidupan beragama di Suriah cukup moderat dan toleran.
"Suriah adalah negara sekuler-sosialis, multi etnis (Arab, Kurdi, Armenia, Turkman, dan lainnya), multi agama dan sekte (Muslim Sunni, Syi’ah, Kristen Katolik, Ortodox Syria, Protestan, Druze, dan Atheis)," ujar Susilo dalam rilis yang diterima Republika, Selasa (27/12).
Ia menjelaskan, sebelum konflik tahun 2011, Suriah termasuk dalam lima kategori negara-negara dengan tingkat kriminalitas terendah. Kebutuhan pokok masyarakat seperti listrik, air, dan roti disubsidi oleh pemerintah.
Pendidikan dan pelayanan kesehatan rumah sakit negeri juga disubsidi penuh oleh pemerintah. Suriah juga merupakan negara yang sangat concern terhadap problematika Palestina dan menjadikannya sebagai isu nasional.
Menurut Susilo, konflik di Suriah bukanlah konflik sektarian, melainkan konflik yang berkaitan erat dengan berbagai kepentingan politik regional dan global. Tentara Nasional Suriah merupakan tentara yang terdiri dari bebagai suku dan agama.
Secara geografis letak provinsi Aleppo sangat strategis dan merupakan kota terbesar kedua setelah ibu kota Damaskus yang terkena imbas konflik paling parah, sehingga diperebutkan oleh kelompok-kelompok yang terlibat konflik. Sekitar 90 persen dari penduduk Suriah adalah orang Arab.
Kelompok etnis lain yang paling besar adalah Kurdi (6 persen). Separuh penduduk tingal di perkotaan. Kota-kota utama dan termasuk tertua di dunia adalah Damaskus, Haleb (Aleppo), Homs, Latkia dan Hama. Sekitar 90 persen Muslim diantaranya mayoritas Sunni.
Penganut agama lain Kristen Ortodoks (Yunani, Armenia, Suriah) dan Yahudi. Agama, khususnya Islam adalah suatu kekuatan politik dan sosial di Suriah.