Kamis 29 Dec 2016 01:47 WIB

Polri Tangani 170 Kasus Terorisme Sepanjang 2016

Red: Angga Indrawan
Kapolri Jenderal Tito Karnavian bersama jajaran terkait Polri memberikan paparan kinerja akhir tahun 2016 kepada awak media di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (28/12).
Foto: Republika/ Raisan Al Farisi
Kapolri Jenderal Tito Karnavian bersama jajaran terkait Polri memberikan paparan kinerja akhir tahun 2016 kepada awak media di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (28/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Tito Karnavian menyatakan sepanjang 2016 Polri menangani 170 kasus terorisme. Angka ini meningkat dibanding tahun sebelumnya yang hanya 82 kasus.

"Peningkatan ini disebabkan oleh dinamika politik di Suriah dan Irak yang tidak stabil akibat serangan ISIS sehingga mempengaruhi peningkatan kasus terorisme di Indonesia," kata Kapolri saat acara "Silaturahmi dan Jumpa Pers Kapolri" di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (28/12). 

Lebih lanjut, Kapolri menyatakan pada 2015 kelompok ISIS masih mengukur strategi dengan mengekspansi ke beberapa wilayah di sejumlah negara. "Namun, pada 2016 posisi mereka terpojok karena adanya serangan dari negara-negara Barat sehingga mereka memutuskan mengontrol gerakan mereka di luar Irak dan Suriah, salah satunya di Indonesia," ucap Tito.

Terkait penindakan terorisme, Polri juga sedang mengintensifkan pencarian teroris asal Indonesia, Bahrun Naim. "Terkait dengan Bahrun Naim ini kami masih melakukan kerja sama dengan negara-negara terkait, mempelajari jaringan komunikasi yang mereka lakukan dengan sel-selnya, terus kami intensifkan dan juga tentu tempat keberadaannya yang kami duga berada di Suriah dan Irak," kata Kadivhumas Mabes Polri Irjen Pol Boy Rafli Amar.

Menurut Boy, Polri sudah bekerja sama dengan jaringan kerja sama internasional dan juga dibantu oleh Kementerian Luar Negeri RI. "Mudah-mudahan suatu saat dapat dilakukan penangkapan dengan perbantuan dari otoritas setempat, tetapi kami kan juga menyadari kondisi keamanan di negara-negara tersebut tengah terjadi gejolak, dapat dikatakan konflik antara pemerintah dengan pemberontak terutama dari ISIS," tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement