REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemkes) menekankan bahwa kebijakan sertifikasi halal untuk farmasi--yang nantinya ada dalam Peraturan Pemerintah (PP) Jaminan Produk Halal sebagai turunan Undang-Undang (UU) Nomor 33 Tahun 2014--harus bisa pastikan harga obat tetap terjangkau.
"Kebijakan tentang Jaminan Produk Halal kan sekarang masuk pada pembuatan PP, pada proses itu dikaji betul. Pada prinsipnya kita jalankan undang-undangnya, tapi pada pelaksanaannya dikaji betul dampak ekonominya juga, jangan sampai harga obat jadi tidak terjangkau oleh masyarakat," kata Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan (BUK) Kemkes Akmal Taher dalam Refleksi Akhir Tahun Kemkes 2016 di Jakarta, Kamis (29/12).
Kajian tentang sertifikasi halal untuk produk farmasi ini, menurut dia, dikaji bersama melibatkan seluruh pemangku kepentingan (stakeholders). Selain itu, pemerintah juga mencoba belajar penerapan sertifikasi halal untuk farmasi ini ke negara lain. Sehingga penerapan (PP) nanti benar-benar bisa dilaksanakan. Prinsipnya semua faktor dihitung detil," ujarnya.
Menteri Kesehatan Nila Djuwita F Moeloek pada kesempatan sama mengatakan, Kementerian sudah berbicara juga dengan Gabungan Perusahaan Farmasi (GP Farmasi), minta naskah akademik terkait pembuatan PP Jaminan Produk Halal. Terkait penerapan UU Jaminan Produk Halal tersebut, pihaknya justru memikirkan bahwa pembuatan obatnya yang dinilai, harus dilakukan dengan cara halal. "Tapi kita juga perlu ingat bahwa obat dibuat untuk tujuan mulia menyembuhkan orang yang sakit," ujar dia.
Kemkes telah berkoordinasi dengan Kementerian Agama untuk membahas soal sertifikasi obat halal ini. "Kita harus lihat juga, kalau semua obat dianggap tidak halal ya kita tidak punya obat lagi".