Kamis 29 Dec 2016 19:09 WIB

Kementan Tuding Alur Distribusi di Balik Mahalnya Harga Cabai

Rep: Debbie Sutrisno/ Red: Nur Aini
Pedagang memilah cabai di Pasar Senen, Jakarta Pusat, Senin (26/12).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Pedagang memilah cabai di Pasar Senen, Jakarta Pusat, Senin (26/12).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kementerian Pertanian mengklaim bahwa produksi cabai sebenarnya melebihi jumlah permintaan masyarakat  dan industri. Namun, sulitnya pendistribusian membuat harga cabai melambung.

Kepala Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian Benny Rachman mengatakan, sejak Januari hingga Desember 2016 produksi cabai dari sejumlah sentra pertanian melimpah. Berdasarkan data Kementan, jumlah produksi hingga Desember cukup produksi cabai besar mencapai 1,2 juta ton. Sedangkan konsumsi cabai besar keseluruhan hingga Desember sebesar 914.827 ton, ditambah kehilangan hasil produksi sebesar 63.738 ton. Maka akan ada kelebihan stok cabai besar mencapai 230.888 ton.

Hal serupa terjadi pada cabai rawit. Kementan mencatat produksi hingga akhir tahun sebesar 932.221 ton. Setelah ada kehilangan sebanyak 48.654 ton, kemudian kebutuhan dalam negeri yang mencapai 650.007 ton, maka akan ada kelebihan produksi sebesar 224.561 ton. "Kita ini sebenarnya surplus untuk cabai. Karena dari jumlah produksi dan kebutuhan total kalau sudah dikurangi masih ada lebih banyak," kata Benny, Kamis (29/12).

Permasalahan saat ini, kata dia, adalah alur pendistribusian dan pemasaran. Selain itu, tidak semua sentra produksi cabai berada di kota besar dan tidak ada di seluruh daerah di Indonesia. Hal ini berbeda dengan lahan produksi beras yang menyebar di banyak tempat.

Menurut Benny, adanya kesulitan dalam pendistribusian dan pemasaran juga terlihat dari harga jual cabai di petani. Selama ini cabai di petani masih dibeli dengan harga sekitar Rp 18 ribu- Rp 20 ribu per kilogram (kg). Namun, ketika sampai di pedagang eceran harga cabai bisa mencapai Rp 60 ribu per kg.

"Ini naiknya saja sudah berapa ratus persen, tinggi sekali. Berarti alur distribusi ini yang terlalu panjang," ungkap Benny.

Salah satu upaya untuk memperpendek alur distribusi terlihat dari komoditas besar. Distribusi yang biasanya 7-8 kali ini bisa dipangkas mencapai tiga kali alur distribusi karena asosiasi yang mengumpulkan beras langsung diarahkan untuk menjual ke pedagang eceran. Hasilnya sejumlah pasar di beberapa daerah dan juga toko tani indonesia (TTI) yang mendapatkan pendistribusian ini bisa menjual beras medium di harga Rp 7.500 per kg di saat toko lain menjual dengan harga Rp 9.000 per kg.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement