REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah memastikan akan lebih gencar menindak akun-akun di media sosial maupun situs-situs yang memuat berita bohong yang mengandung provokasi dan ujaran kebencian.
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan, pemerintah menginginkan satu penanganan yang terintegrasi dalam menangkal informasi menyesatkan di internet.
"Jadi situsnya tidak hanya akan diblok saja, atau pemiliknya ditangkap tetapi akunnya dibiarkan. Ini semua harus terintegrasi," ujarnya di Kantor Presiden, Kamis (29/12).
Rudiantara juga mengungkap bahwa sebagian besar situs yang menganggap dirinya sebagai media online justru tidak mengikuti kaidah dalam Undang-Undang Pers. Menurutnya, saat ini ada puluhan ribu situs yang mendeklarasikan dirinya sebagai media online. Namun, berdasarkan data dari Dewan Pers, media online yang benar-benar menjalankan kaidah jurnalistik dalam memproduksi berita jumlahnya tidak sampai 500.
"Nah, puluhan ribu lainnya ini mau kita apakan? Ini yang sedang kita bahas dengan Dewan Pers," kata Menkominfo.
Ia menjelaskan, pemerintah memberlakukan penanganan yang berbeda terhadap informasi menyesatkan di internet. Ini tergantung pada platform apa yang digunakan, apakah situs website, media sosial atau bahkan aplikasi pengirim pesan online seperti WhatsApp dan BBM.
Pada prinsipnya, kata dia, pemerintah melakukan penyaringan informasi yang beredar di internet. Selain itu, sesuai Undang-Undang, pemerintah juga berhak melakukan pemblokiran terhadap situs-situs yang membahayakan.
"Data terakhir sudah ada hampir 800 ribu situs yang sudah diblokir," ujarnya.
Namun, ia mengaku tak hapal sejak kapan pemblokiran dilakukan. Sementara, terakit penyebaran pesan hoax berantai lewat aplikasi perpesanan online, Rudiantara menyebut bahwa pemerintah bisa menindaknya dengan cara menelusuri pihak yang pertama kali menyebar informasi.